Senin, 04 Juni 2018

Tips: Membersihkan Ruang Mesin (2)

Ini merupakan artikel kedua saya mengenai cara membersihkan ruang mesin, pelengkap atau penyempurna dari artikel saya sebelumnya, lebih tepatnya. Saya tidak mengatakan cara saya sebelumnya salah, bahkan itu sebenarnya cara paling aman, namun seiring perjalanan waktu dan meningkatnya pengalaman di dunia detailing, saya mempunyai nyali untuk membersihkan ruang mesin dengan cara yang sedikit ekstrim, namun lebih praktis.

Peralatan yang saya siapkan, antara lain pressure washer, saya biasa menggunakan Nilfisk c100 series; engine degreaser, saya rekomendasikan pakai Meguiar's Engine Degreaser 1:4 (Professional Line); engine dressing, saya suka pakai Meguiar's Hyper Dressing 1:4 (Professional Line), dan sikat atau detailing brush. Oh iya, sediakan pula kantong plastik dan selotip untuk menutup komponen sensitif di ruang mesin, seperti kutub aki, sensor-sensor, dan alternator.

Persiapan yang harus dilakukan pertama adalah menutup komponen-komponen sensitif yang saya sebutkan tadi menggunakan kantong plastik, tempel pakai selotip jika takut lepas ketika kena semprotan pressure washer. Kalau mau aman sih copot kutub aki, tapi saya biasanya cuma tutup pakai plastik dan selotip.

Kedua, semprot seluruh ruang mesin menggunakan engine degreaser, diamkan selama 3-5 menit. Jangan biarkan sampai benar-benar mengering karena akan menimbulkan bekas yang sulit dihilangkan. Oh iya, sebelum menyemprotkan degreaser, pastikan mesin tidak dalam keadaan panas. Dingin tidak apa-apa, kalau sekedar hangat akan lebih baik.

Ketiga, sikat seluruh bagian ruang mesin.

Keempat, bagian yang agak menegangkan, semprot ruang mesin menggunakan pressure washer hingga engine degreaser benar-benar hilang. Jika masih ada bagian yang kotor, semprot kembali dengan engine degreaser, sikat, dan semprot kembali dengan pressure washer.

Setelah bersih, keringkan ruang mesin dengan kain microfiber (yap saya sudah upgrade, tidak lagi merekomendasikan chamois), akan lebih baik jika punya blower. Lepaskan semua plastik yang menutupi komponen-komponen sensitif, lalu nyalakan mesin. Cek jika ada indikator yang menyala (harapannya sih tidak), dan panaskan hingga sisa-sisa air di ruang mesin menguap.

Tahap terakhir adalah finishing dengan menyemprotkan engine dressing ke ruang mesin, ratakan dengan kuas atau spon, baru lap dengan kain microfiber agar kilapnya natural. Tidak perlu khawatir debu akan menempel dan merusak plastik karena Meguiar's Hyper Dressing adalah water based atau berbahan dasar air sehingga aman.

Terakhir, seperti pada tips saya sebelumnya mengenai cara membersihkan ruang mesin, silakan wax bagian-bagian yang di cat dengan wax yang anda suka. Saat ini saya sudah naik kelas, saya suka pakai Meguiar's Ultimate Liquid Wax, atau Turtle Wax Ice Liquid Wax.

Sekian tips semprot mesin dari saya.

Selasa, 30 Agustus 2016

Pengalaman Hidup: Menjadi Local Staff di KBRI Yangon

Setelah mengetahui cara-cara menjadi Local Staff (LS) pada tulisan saya sebelumnya, kali ini saya akan berbagi sedikit pengalaman saya selama menjadi LS di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon, Myanmar.

Berbeda dengan para Homestaff, untuk berangkat ke negara tempat bertugas, LS harus menggunakan biaya sendiri untuk membeli tiket pesawat. Masih beruntung saya ditugaskan ke Myanmar, teman-teman saya yang ditugaskan ke tempat yang lebih jauh seperti Kanada harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar. Lebih beruntung lagi ketika itu saya mendapatkan tiket promo Malaysia Airlines hanya seharga US$ 90, padahal harga normal sekitar US$ 280 untuk sekali jalan dari Jakarta ke Yangon via KL.

Saya berangkat ke Yangon pada tanggal 6 Juni 2011. Saya sangat hafal tanggal itu karena 6 Juni juga merupakan hari ulang tahun Ibu saya. Pesawat saya ke KL berangkat jam 5 pagi sehingga jam 3 pagi saya sudah harus tiba di Bandara Soetta. Perjalanan cukup lancar. Setelah transit beberapa jam di KL saya terbang lagi menuju Yangon dan tiba di Yangon pukul 3 sore waktu setempat (perbedaan waktu dengan Jakarta hanya setengah jam lebih lambat). Saya dijemput oleh driver KBRI orang Myanmar, namanya Paw Kyi (bacanya Poci), sama Mas Johan, LS di Fungsi Protokol Konsuler yang sudah lama bekerja di KBRI. Karena saya suka motret, saya sudah menyiapkan kamera untuk mengambil gambar selama perjalanan saya dari bandara menuju KBRI, namun kenyataannya tidak ada gambar yang saya ambil karena suasana kota Yangon tidak jauh berbeda dengan kota-kota kecil di pedalaman Jawa, bahkan kita kesannya berada di masa lampau karena yang beredar adalah mobil-mobil tua rata-rata tahun 80an sampai 90an.

Setelah bertemu dan menghadap atasan saya, Bapak Totok Prianamto waktu itu, sebagai Pelaksana Fungsi Politik dan Kepala Kanselerai KBRI Yangon, saya dipersilakan untuk istirahat di Guest House KBRI. Beruntungnya para LS di KBRI Yangon karena para LS mendapat jatah flat sehingga kita tidak harus bayar sewa rumah atau apartemen. Tapi sebelum flatnya siap, kita disediakan kamar di Guest House KBRI. Fasilitas di Guest House KBRI cukup baik, ada AC dan air panas. Untuk makan dan cuci, kita dapat meminta tolong dan membayar ke Ibu Mimi, orang Myanmar yang bertugas menjaga Guest House KBRI.

KBRI Yangon memiliki tiga premis, pertama adalah kantor KBRI Yangon yang berada satu kompleks dengan Wisma Duta, kedua adalah compound perumahan homestaff, dan ketiga adalah kompleks yang terdiri dari Indonesia International School Yangon (IISY), Guest House KBRI, Flat yang disediakan untuk LS dan guru WNI di IISY, Masjid Indonesia, serta Rumah Dinas Atase Pertahanan RI.

Selama satu bulan pertama saya tinggal di Guest House, namun setelah satu bulan kebetulan ada guru IISY bernama Pak Slamet yang sudah selesai masa tugasnya. Saya ditawari untuk tinggal di flatnya dan membeli seluruh isi flatnya. Saya setuju dengan syarat aku bisa minta Bu Santhi, pembantunya Pak Slamet, untuk lanjut bantu saya selama saya tinggal di Myanmar. Sayapun pindah ke flatnya Pak Slamet, hanya mindahin badan saja, AC, pemanas air, tempat tidur, sprei, lemari, gorden, kulkas, kompor, alat makan sudah siap semua. Flatnya terdiri dari dua kamar, jadi kamar satunya adalah kamarnya Bu Santhi. Yang paling istimewa adalah Bu Santhi. Bu Santhi adalah orang Myanmar keturunan India, umur sekitar 50 tahunan. Bu Santhi udah lebih dari 30 tahun mengabdi sama orang-orang Indonesia di KBRI jadi Bahasa Indonesianya jago dan masak masakan Indonesianya juga jago. Saya terkaget-kaget minggu pertama dimasakin siomay, pempek, rawon, yang rasanya bisa diadu, bahkan lebih enak dari bikinan orang-orang Indonesia. Bu Santhi baik banget, luar biasa baiknya, rajin kerjanya, selama saya disana sayang banget sama saya kayak sama anaknya sendiri. Jadi selama saya tinggal di Yangon dibantu sama Bu Santhi.



Gimana kerja di KBRI Yangon sebagai LS? Cukup banyak suka dukanya. Sebelum punya mobil, biasanya brangkat kantor naik taksi, skali jalan 1500 Kyat (bacanya Chat) atau sekitar Rp 20 ribu. Kerjanya? Pekerjaan rutin adalah mengumpulkan berita dari berbagai sumber dan menerjemahkannya ke Bahasa Indonesia. Saya bekerja bareng sama LS orang Myanmar, Ma Thandar yang biasanya mengumpulkan berita dari Bahasa Myanmar dan menerjemahkan ke Bahasa Inggris untuk kemudian saya terjemahkan kembali ke Bahasa Indonesia. Ma Thandar juga punya tugas buat ngatur-ngatur appointment dengan counterpart orang-orang Myanmar termasuk Kemlu Myanmar. Ma Thandar baik banget orangnya, Ibu satu anak, kita lumayan kompak kerjanya.

Dalam bekerja, walaupun lulusan S1 dari perguruan tinggi ternama, sebagai LS kita harus menurunkan ekspektasi, pekerjaan sebagai LS tidaklah glamor, kita harus ikhlas jika seringkali diminta melakukan pekerjaan yang menurut kita "ecek-ecek" seperti sekedar fotokopi, mengantarkan dokumen, dan kliping koran.

Bekerja di KBRI, kita harus aktif membantu kegiatan-kegiatan KBRI, seperti rangkaian perayaan peringatan HUT RI, peringatan hari keagamaan, kegiatan di masjid, kegiatan amal, kegiatan olahraga dan temu masyarakat Indonesia, dsb. Justru hidup di Perwakilan RI di luar negeri benar-benar merasakan "jadi orang Indonesia", sebab di tanah air belum tentu akan aktif di kegiatan-kegiatan tersebut.



Selama dua setengah tahun hidup sebagai LS di Myanmar saya merasa cukup makmur dari segi finansial, dan saya sangat beruntung dibandingkan LS yang bekerja di Perwakilan RI di negara lain. Di Myanmar saya tidak harus membayar untuk tempat tinggal karena statusnya milik KBRI. Kita hanya diminta membayar listrik saja sehingga bisa dibilang gaji saya cukup utuh. Saya bisa hidup setiap bulan mengandalkan uang lembur. Ya kita ada jatah lemburnya. Di Myanmar saya bisa punya mobil, home theater di kamar, HP yang cukup high-end pada masanya, dan hal-hal lain yang menurut saya cukup istimewa. Namun bagi yang masih muda, saran saya, jangan keenakan jadi LS karena tidak ada karirnya. Saya gunakan masa-masa sebagai LS di Fungsi Politik untuk belajar sehingga saya mampu mewujudkan cita-cita saya sebagai seorang diplomat. Saya yakin para homestaff akan mendukung usaha kita dan mereka pasti senang memiliki anak buah yang punya keinginan untuk maju. Proses seleksi saya sebagai diplomat dan "akhir masa saya sebagai LS" sudah saya ceritakan di blog saya sebelumnya. Semoga dapat menginspirasi.

Senin, 25 Juli 2016

Pengalaman Hidup: Bagaimana Cara Menjadi Local Staff?

Apa sebenarnya local staff itu? Local staff (LS) kalau di-translate ke Bahasa Indonesia adalah Pegawai Setempat. LS sebenarnya adalah pegawai di Perwakilan RI (KBRI/KJRI/KRI/PTRI) yang direkrut dari Perwakilan RI, namun dalam perkembangannya LS yang berstatus WNI saat ini direkrut dari Pusat (Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta), sedangkan LS berstatus WNA (warga negara setempat) tetap direkrut dari Perwakilan RI. LS bekerja sesuai dengan masa kontrak (1 hingga 2 tahun per masa kontrak), namun diharapkan LS dapat mengabdi dan tinggal dalam jangka waktu yang lama di Perwakilan RI dengan harapan mereka dapat membantu Homestaff (Diplomat/Bendaharawan/Petugas Komunikasi) dalam menjalankan tugas mereka. LS diharapkan mampu berbaur dengan masyarakat lokal dan akan baik jika menguasai bahasa setempat. LS ditempatkan sesuai dengan fungsi/bidang yang dibutuhkan oleh Perwakilan RI, bisa di Fungsi Politik, Fungsi Ekonomi, Fungsi Penerangan Sosial Budaya (Pensosbud), Fungsi Protokol Konsuler, Administrasi (perlengkapan/keuangan) sebagai Petugas Komunikasi dan IT, Sekretaris Pribadi Kepala Perwakilan, Kepala Rumah Tangga Wisma Kepala Perwakilan, hingga Sopir. Saya kebetulan selama bekerja menjadi LS selalu ditempatkan di Fungsi Politik.

Apa motivasi saya menjadi LS? Saya sejak SMA ingin sekali menjadi diplomat. Ketika lulus kuliah dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, saya mencoba untuk ikut tes penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Pejabat Diplomatik-Konsuler (PDK) tahun 2010 di Kementerian Luar Negeri RI namun gagal. Walaupun belum diterima sebagai diplomat, saya mencari cara lain untuk dapat bekerja di luar negeri. Kebetulan saya memperoleh informasi dari teman-teman saya ketika saya bekerja di Wall Street English (WSE) bahwa ada beberapa mantan pegawai WSE yang telah diterima sebagai LS, sayapun diberitahu caranya:

Kirimkan surat lamaran yang ditujukan ke:

Biro Kepegawaian, Lantai 6
Kementerian Luar Negeri RI
Jl. Taman Pejambon No.6
Jakarta Pusat 10110

Isi surat lamarannya adalah cover letter yang menyatakan keinginan dan motivasi untuk menjadi LS, fotokopi ijazah dan transkrip, serta CV.

Dari pengalaman saya, satu bulan setelah saya mengirimkan surat lamaran tersebut, saya ditelpon oleh Biro Kepegawaian Kementerian Luar Negeri RI untuk ikut tes. Di jaman saya (sepertinya sekarang tesnya sedikit berubah), saya harus mengerjakan tes tertulis pengetahuan umum (sebenarnya lebih banyak mengenai hubungan internasional dan isu aktual), tes tertulis Bahasa Inggris, tes komputer (mengetik di MS Word, membuat presentasi di MS Power Point, dan input data di MS Excel), dan tes wawancara. Untuk tes wawancara, kita lebih banyak digali mengenai kesiapan mental kita, karena sebagai LS kita harus siap bekerja sebagai pelayan, di luar negeri pula.

Bagi yang lolos seleksi, hasil tes kita akan dikirimkan ke Perwakilan RI di luar negeri yang membutuhkan/memiliki lowongan LS. Jika diterima, kita akan dibantu memproses dokumen keberangkatan, termasuk surat penugasan, paspor dinas (biru), dan visa/ijin tinggal.

Kebetulan saya diterima di KBRI Yangon, Myanmar. Ketika itu Myanmar sedang dalam proses reformasi sehingga pekerjaan cukup banyak. Pekerjaan saya meliputi pembuatan laporan mingguan, pengumpulan berita politik Myanmar, dan menerjemahkan berita. Saya bekerja dengan seorang LS Fungsi Politik orang Myanmar bernama Ma Thandar. Tugas beliau adalah mengumpulkan berita Bahasa Myanmar dan menerjemahkannya ke Bahasa Inggris, saya kemudian menerjemahkan lagi ke Bahasa Indonesia.

Gaji? Lumayan banget kok, Dolar cuy! Hahaha....

Bagi yang ingin mencoba bekerja sebagai LS, semoga blog ini dapat membantu. Saya akan berbagai pengalaman hidup sebagai LS di KBRI Yangon di tulisan saya selanjutnya.

Senin, 27 Juni 2016

Pengalaman Hidup: Enthusiast Pemula dalam Membangun Sistem Home Theater

Ketika telinga sudah tidak terpuaskan dengan sistem Home Theater in a Box (HTIB), saya merasa perlu untuk melakukan upgrade ke sebuah sistem home theater yang lebih advanced, terlebih lagi saya juga sudah melakukan upgrade TV yang sekarang menggunakan Samsung UE40JU6400 UHD-4K SmartTV.

Jantung utama sebuah sistem home theater adalah AV receiver. Agar fitur di TV tidak mubadzir, saya memutuskan untuk mencari sebuah AV receiver yang sudah support 4K, walaupun hanya passthrough, bukan upscaling. Karena keterbatasan anggaran dan juga ukuran ruangan yang tidak terlalu besar, saya rasa AV receiver 5.1 sudah cukup. Setelah melihat berbagai review di internet, pilihan saya jatuh pada AV receiver entry-level Pioneer VSX-430-k. Sejauh ini saya merasa performa VSX-430-k sangat baik. Output yang dimiliki termasuk yang terbesar di kelasnya. 130w per-channel yang dikeluarkan lebih dari cukup membunyikan satu set bookshelf speaker berukuran sedang. Bahkan untuk membunyikan satu set floorstanding speaker berukuran besar juga masih sanggup. Fitur yang dimiliki VSX-430-k walaupun termasuk entry-level sudah sangat banyak dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memahami dan menggunakan seluruh fiturnya.

Membangun sebuah sistem home theater (yang bagus) harus sabar. Karena harga masing-masing komponen cukup mahal, saya belum mampu untuk langsung membeli semua komponen secara langsung sehingga harus dicicil satu persatu, bahkan beberapa komponen bekas masih saya gunakan, seperti DVD Player yang berasal dari HTIB yang saya miliki sebelumnya (Pioneer HTZ-101) dan bookshelf speaker Tannoy yang sudah termasuk barang vintage. Center speaker saya juga masih gunakan bawaan Pioneer HTZ-101.

Cukup disayangkan subwoofer bawaan Pioneer HTZ-101 bersifat pasif sehingga tidak dapat disambungkan dengan AV receiver Pioneer VSX-430-k. Karena saya merasa subwoofer adalah salah satu komponen terpenting sebuah sistem home theater, saya memutuskan untuk membeli sebuah subwoofer Yamaha YST-SW012, sebuah subwoofer entry-level yang sangat minim fitur namun memiliki review yang cukup baik. YST-SW012 hanya memiliki input LFE dan volume control, tidak memiliki input high-frequency, gain control, crossover, dan phase control sehingga jika ingin upgrade sistem dengan dua buah subwoofer, YST-SW012 tidak bisa digunakan.

Baru satu bulan dengan setup tersebut, saya merasa gatal untuk mengganti speaker bookshelf yang memiliki kemampuan lebih baik. Setelah mencari dan melakukan tes dengar, speaker yang sesuai dengan budget saya jatuh pada Cambridge Audio SX-50. Untuk menyambungkannya ke AV receiver tidak sembarangan, Altas Cable Equator 2.0, sekalian saya pilih produk yang bagus untuk memaksimalkan kinerja speaker, hasilnya sangat terasa dan saat ini saya cukup puas dengan setup sementara ini.


Berikut “damage” yang dikeluarkan (tidak termasuk barang lama seperti Pioneer HTZ 101 dan speaker Tannoy): Samsung UE40JU6400 UHD-4K SmartTV = 5,8 juta, Pioneer VSX-430-K (AV Receiver) = 4,5 juta, Yamaha YST-SW012 (subwoofer) = 2,2 juta, Cambridge Audio SX-50 (bookshelf speakers) = 3,7 juta, Atlas Cable Equator 2.0 = 800 ribu, sehingga total mencapai 17 juta.

Kedepan saya masih berkeinginan untuk melakukan upgrade terhadap Pioneer HTZ-101 menjadi sebuah Bluray Player yang support 4K. Center speaker dan surround juga masih perlu mendapat perhatian.

Ternyata banyak juga yang harus dikeluarkan untuk merakit sebuah sistem home theater (yang bagus). Namun demikian, kualitas suara yang dihasilkan sangat tidak bisa dibandingkan dengan HTIB. Sistem yang kita bangun sendiri, selain menghasilkan kepuasan tersendiri, suara yang dihasilkan benar-benar bisa membuat kita tersenyum, baik ketika menonton film, maupun sekedar mendengarkan musik.

Minggu, 04 Januari 2015

Pengalaman Hidup: Magang di KJRI Perth (4th chapter -- 24 Dec - 29 Dec 2014)

24 Desember 2014

Hari ini, officially hari kerja terakhir buat anak-anak magang sebelum libur Natal. Hari ini temen-temen pada sibuk nyeleseiin laporan magang. Aku lebih santai karena udah kelar smua. Minta tanda tangan dari Pak Konjen juga cepet, cocok banget kayaknya aku kalo kerja sama Pak Konjen yang ini. Pak Konjen sukanya laporan yang padat, singkat, jelas, dan begitulah laporanku, ga lebih dari 11 halaman. Pak Konjen agak lama baca bagian “rekomendasi”, disitu aku kasih saran agar KJRI lebih sering ngadain acara yang bisa mendekatkan homestaff dan localstaff biar ga ada gap antara mereka. Aku juga kasih saran agar KJRI memperbarui sarana dan prasarana yang ada di kantor biar kerja stafnya bisa lebih maksimal.

Sorenya sbelum pulang kantor, smua anak magang dipanggil Pak Konjen buat ngobrol-ngobrol, diminta ngasih kesan dan pesan gitu, sambil ngopi, kita dipesenin kopi dari Dome. Asik banget Pak Konjennya.


25 Desember 2014

Hari ini smua anak magang kecuali Stiffan, sama Bang Oji, Mba Ririn, Mba Widya, Mas Dani, sama Agam roadtrip ke Busselton. Kita pake dua mobil, mobilnya Mas Dani sama Civicnya Agam. Aku yang nyetir mobilnya Mas Dani tentunya. Karena lagi Natal, jalanan sepi banget. Stelah dua jam lebih kita sampe di Busselton, dan walopun di jalanan sepi, di Busseltonnya rame. Daya tarik utama di Busselton tu jetty ato dermaga yang panjangnya sampe 1,8 kilometer. Aku jalan nyusurin sampe ujung trus balik lagi. Bang Oji, Mas Dani, sama Agam pada mancing. Rinnay yang ikutan pengen nyoba, dan ternyata bakat juga dia, dia dapet banyak ikan tu. Ikan yang didapet disitu kebanyakan ikan Herring yang ukurannya ga gitu besar.

Kita balik dari Busselton skitar jam stengah 5 sore. Kita ngehindarin jalan malem soalnya kalo gelap takut banyak kanguru yang lari ke jalanan. Sampe Perth pada kelaperan nyari makan, ada yang pilih makan bebek panggang oriental ada yang pilih ayam panggang di Oporto, udah pasti aku pilih Oporto. Kita makannya di apartemennya Mas Dani. Balik ke Aldernay dianterin Agam. Pas pulang sempet dikejar polisi undercover buat random breath test (RBT), untung si Agam ga minum tu jadi aman-aman aja.


26 Desember 2014

Hari ini boxing day dimana banyak toko di Australia pada ngasi diskon besar-besaran. Temen-temen yang cewe dah pada niat buat belanja tuh, tapi kalo aku niat ngebo di apartemen aja. Eh, tiba-tiba dapet message dari Ella, adek angkatan, HI 2006 yang skarang lagi kuliah di Melbourne ngabarin kalo dia lagi liburan di Perth dan pengen ketemu. Yauda aku trus minta ktemuan di City Center aja. Seneng juga bisa ketemu temen sealmamater di negara lain. Ga lama kita ktemunya. Makan siang bentar di Mad Mex City Center trus aku anterin naik bus ke Kings Park. Belum lama nongkorong di Kings Park aku udah ditelpon katanya diminta siap-siap karena sore mau diajak dinner sama Pak Konjen di Fremantle.

Sbelum ke Fremantle pada kumpul di KJRI. Aku brangkatknya sama Bu Nusi, diminta nyetir Honda CR-Vnya. Sampe sana karena datengnya agak awal, diajakin ngopi dulu baru habis itu ke Kaili’s, restoran spesialis seafood di pinggir dermaga, sebelahan sama Cicerello’s yang dua minggu yang lalu pernah kesitu. Kita dipesenin seafood platter. Lumayan “wah” keliatannya walopun rasanya menurutku biasa aja. Aku disitu pertama kali nyobain kerang mentah yang cuma diperesin jeruk lemon, it’s okay, nut yucky, but not yummy. Balik dari Fremantle aku serahin kunci mobil ke Bu Nusi, aku ga brani bawa soalnya baru sadar kalo ga bawa SIM, ribet juga SIM internasional ukurannya lebih besar dari paspor jadi ga bisa masuk dompet, takutnya ada RBT kayak smalem trus dimintain SIM, bisa jadi masalah ntar.


27 Desember 2014

Hari ini para homestaff sama anak-anak magang diundang lunch di rumahnya Julian. Julian tu salah satu pejabat Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT)nya Australia yang lumayan akrab sama orang-orang KJRI. Disana justru kita-kita yang masak, bikin cap cay, bakwan sama mendoan. Mreka punya kucing lucu namanya Princess, aku yang bukan penggemar kucing aja ga tahan buat main sama kucingnya, selain lucu, tau kalo kucing rumah di Australia yang udah kedaftar pasti ga berpenyakit.

Habis dari rumah Julian, kita pada jalan-jalan di City Center, kesempatan terakhir buat beli oleh-oleh sebelum malemnya pergi ke rumah Pak Rosihan buat dateng ke acara Natalan. Habis dari rumah Pak Rosihan, karena belum ngantuk, diajakin nongkrong di rumah Mas Imam dianterin sama Agam.


28 Desember 2014

Hari ini aku bener-bener males gerak, dari pagi sampe malem ga kmana-kmana, tiduran sama nonton film di apartemen aja. Pagi makan sereal, siangnya aku masak spaghetti. Sore, Agam sama Mba Widya dateng nongkrong di apartemen. Malemnya Pak Rosihan sama istrinya dateng, mreka bawa kenang-kenangan buat kita sama ngobrol-ngobrol ringan aja sama kita. Habis Pak Rosihan pulang, Mba Ririn sama Mas Dani dateng dan mreka mesenin pizza Domino’s buat kita. Duh, baik banget mreka. Mreka nongkrong sampe skitar jam stengah 12 malem.


29 Desember 2014

Ga kerasa udah 30 hari di Perth dan hari ini udah harus balik ke Tanah Air. Aku bangun jam 4 pagi, nge-microwave pizza sisa smalem buat sarapan. Habis mandi, packing trakhir, trus tiba-tiba Mas Dani telpon ngasih tau kalo udah pada dibawah. Yang nganterin kita ada Mas Imam, bawa minivan Mercynya KJRI, trus ada Mba Ririn, sama Mba Widya. Barang-barang aku taruh di minivan, trus aku bawa mobilnya Mas Dani –untuk terakhir kalinya– ke bandara, lumayan sedih mo pisah sama tu mobil yang udah nemenin jalan sebulan ini. Kita jalan dari apartemen skitar jam stengah 6, pesawat kita jam 7.40. Sampe bandara ada Agam juga, dia mo nglepas Nia, pujaan hatinya. Sedih waktu mau pisah. Agam nangis matanya sampe merah, Mba Widya sama Mas Dani juga agak berkaca-kaca. Bersyukur punya temen-temen yang begitu baik.

Proses imigrasi sama kayak waktu berangkat, paspor kita ga bisa di-scan, tapi karena ini proses keluar Australia jadi ga ketat-ketat & ga kritis-kritis banget petugasnya, jadi ga sampe 5 menit dah kelar prosesnya. Stelah final screening, gak lama kmudian bisa langsung masuk pesawat. Kita dapet pesawat PK-GPA, A330-300. Aku duduk di aisles bagian tengah, 23D. Lumayan nyaman, makanannya enak – aku pilih scrambled eggs, filmnya asik – aku sempet nonton Expendables 3, trus sempet tidur lumayan nyenyak juga. Pas mau landing di Denpasar harus nembus awan lumayan tebel jadi turbulencenya lumayan banget, asik banget pokoknya flight ini.

Landing di Ngurah Rai masih kurang dari jam 12 waktu setempat. Sampe di Ngurah Rai kita harus ngeluarin koper lewat customs terminal internasional, trus masukin lagi ke counter cek-in di terminal domestik yang jaraknya itu rada-rada gila jauhnya. Aku ngaktifin hape dan ditunggu-tunggu ga ada message yang bisa masuk, stelah di cek ternyata pulsa bener-bener kosong. Jadi sbelum cek in aku ke ATM dulu buat ngisi pulsa, skalian narik duit buat bayar airport tax – yang lumayan mahal di Ngurah Rai, 75 ribu coy! Stelah smua beres, saatnya masuk pesawat. Di depan boarding gate begitu boarding passnya di scan, ternyata tempat duduk kita udah keisi sama orang. Tiba-tiba aja nomer tempat duduk yang tadinya 23D dicoret trus jadi 12H. Agak-agak ga percaya gitu, kok nomernya rada-rada aneh, jarang-jarang gitu dapet row 12, daaaan bener aja begitu masuk pesawat ternyata row 12 tu masuk kelas bisnis. Wow, dapet upgrade ternyata! Temen-temen yang lain juga, muka mreka rada-rada kayak orang bingung gitu, rada-rada ga percaya gitu kalo diupgrade.

Pesawatnya sama krunya ternyata sama persis sama yang dari Perth, tetep pake A330-300, PK-GPA– yang berarti kelas bisnisnya pake lie flat seats yang semi-kapsul! Nyaman banget pokoknya, dapet welcome drink, makanannya enak –aku makan grilled fish, hiburannya juga asik– dapet noise cancelling headphone. Yang bikin ga enak cuma satu, didepanku ada ibu-ibu bawa anak yang spanjang mau take-off tu nangis teriak-teriak, sampe disamperin penumpang lain yang keganggu sama tangisannya anak itu. Sampe Jakarta masih kurang dari jam 3. Aku langsung coba cek in siapa tau bisa dapet pesawat yang lebih awal ke Jogja soalnya pesawatku masih jam 7.35 sore, dan ada sih sbenernya seat buat jam 4.15 sore, tapi harus nambah 200 ribu, ya keleus kalo harus nambah sgitu, mending buat nraktir istri sama ngajak main anak, jadinya ya harus nunggu lumayan lama di bandara. Pesawatnya ontime, cuma takeoffnya yang rada telat, jadi nyampe Jogja dah lumayan malem tu, mana hujan, jadi mau ga mau nyampe Jogja harus naik taksi bandara yang ongkosnya sampe Janti 40 ribu, padahal kalo belum malem banget bisa naik TransJogja yang ongkosnya cuma 4 ribu saja. Tapi Alhamdulillah selamat sampe Jogja dan bisa ketemu anak istri lagi.

Rabu, 24 Desember 2014

Pengalaman Hidup: Magang di KJRI Perth (3rd chapter -- 12 Dec - 23 Dec 2014)

12 Desember 2014

Hari ini ngantor kayak biasa. Siangnya aku ke kantor pos buat ngirim kartu natal ke Pak Dubes Sumarsono trus makan di Subway sbelum Jumatan di City Center. Malemnya ada undangan dinner di St. Catherine College, yang ngundang Australia Indonesia Business Council (AIBC) sama Australia Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP). Disana bisa kenalan sama orang-orang AIBC sama anak-anak AIYEP. Makanannya enak banget, ada steak, salad, pasta, desertnya pavlova yang gilak enak banget. Aku kesana sama Rinnay sama Mas Arif naik bus.


13 Desember 2014

Hari Sabtu ini kita harus dateng ke kantor buat ikut acara upacara HUT DWP. Aku dapet tugas baca doa pas upacara. Habis upacara HUT DWP, dalam rangka menyambut hari Ibu, ada lomba merangkai bunga yang diikutin sama masyarakat Indonesia yang pada dateng ke KJRI.

Habis selesai upacara, kita nyoba ngerasain nyebrang ke South Perth naik ferry. Tumben-tumbenan anak-anak magang berlima bisa kumpul semua, jarang-jarang Stiffan bisa ikut jalan bareng. Kita makan sore di Gelare yang di South Perth. Aku nyoba pancakenya dan ternyata enak banget.

Malemnya aku nonton konser musik klasik. West Australia Symphony Orchestra lagi main di Langley Park di pinggir Swan River. Aku beli bekal di supermarket buat nonton. Aku nonton sendirian, temen-temen pada punya acara sendiri-sendiri. Penontonnya banyaaaaak bangeeeettt, hampir 3 kali lapangan bola penuh manusia, tapi hebatnya mereka bisa hening smua waktu dengerin konser klasiknya, jadinya nyaman banget nontonnya. Performancenya bagus banget. Paling keren waktu mreka main 1812 Overture yang seharusnya pake meriam, mreka pake kembang api. Bagus banget pokoknya.


14 Desember 2014

Hari Minggu pagi tetep aja harus masuk kantor. Hari ini harus bantuin acara pelepasan peserta AIYEP. Acaranya ada pertunjukan seni budaya sama penyerahan sertifikat. Aku sempet tampil main gitar, biasa, Es Lilin yang jadi andalannya. Habis acara masih aja harus bikin laporan untuk pembuatan memorandumnya Pak Rosihan untuk Konjen Baru, jadi kerja sampe skitar jam stengah empat. Habis itu tiba-tiba diajakin Mas Dani ke Margaret River, Swan Valley. Disana ada pabrik coklat yang jualan gourmet chocolate. Aku nyetirin kesana, semobil ada Mas Dani, Rina, Rinnay, sama Nia. Aku ga beli apa-apa disana, mahal-mahal smuanya, gilak! Aku cuma nyobain es krim mint, enak sih, tapi 4,7 AUD bo’!

Dari Swan Valley, tiba-tiba aja Mas Dani ngajakin jalan ke Mandurah, kota pelabuhan yang jaraknya skitar 100 km dari Swan Valley. Lewat free way, jadi spanjang jalan pake cruise control aja dipanteng di 100 km/jam. Sampe Mandurah kita foto-foto trus makan malam disana. Kita makan malam di Dome ditraktir Mas Dani, aku pesen fish and chips. Biasa aja sih sbenernya rasanya, yang bikin enak karena kita kedinginan sama kelaperan. Dari info di aplikasi hape tulisannya 17 derajat, tapi anginnya yang bikin ngegigil. Pulang dari Swan Valley, heater dimobil dinyalain terus karena kita smua kedinginan.

Malemnya kita smua diundang ke acara barbeque di rumahnya Mas Imam, salah satu local staff KJRI. Kita dikenalin juga sama housemate dia orang bule yang kawin sama orang Indonesia. Makanannya enak, walopun dah makan fish and chips, burger bikinan housematenya Mas Imam mantep banget. Kita pulang udah hampir jam 12 malem. Mas Dani ternyata ga mau pulang malem itu, dia masih asik main PS dirumah Mas Imam. Aku akhirnya dianterin Agam. Aku nyobain bawa Civicnya. Koplingnya udah parah jadi agak ndut-ndutan mobilnya.


15 Desember 2014

Hari ini ngantor kayak biasa. Tapi sore skitar jam stengah 4, kita harus jemput Pak Konjen yang baru di Bandara. Sementara temen-temen yang lain pada standby buat nyambut di Wisma Indonesia, aku dapet tugas jadi petugas protokol di bandara. Gayanya aja istilahnya protokol, sbenernya jadi petugas bagasi, tapi asik sih nongkrong di bandara, hehe… Sampe di wisma, makan malem trus dengerin Bapaknya ngobrol sampe malem. Bapaknya ga jauh beda sama Pak Konjen yang lama, suka ngomong. Alhamdulillah baik Bapaknya. Kita baru balik dari wisma jam 10 malem.


16 Desember 2014

Jam 4 sore ada acara sertijab dari Pak Rosihan ke Pak Ade. Setelah sertijab, aku diminta nyetirin Mba Ririn ke acara graduation di daerah Albany, skitar 45 menit dari KJRI, pake Mercy E240nya KJRI. Aseeeek… Mas Dani juga ikut. Mba Ririn ngasih penghargaan ke lulusan grade 6 dan grade 7 yang berprestasi di mata pelajaran Bahasa Indonesia. Stelah dari acara itu kita makan malam di Sizzler. Puas banget tu steaknya disana, steaknya mantep banget, beda sama Sizzler – American Grill yang ada di Jakarta.

Balik ke kantor, dah lumayan malem tuh, temen-temen cewe dah nungguin buat dibantuin pindahan ke Aldernay. Kita dibantu juga sama Bu Nusi, Mba Widya, Mba Ririn, sama Mas Dani. Mreka mampir trus nongkrong di Aldernay sampe lumayan malem baru pada pulang. Pas pada balik, aku ikut ke apartemennya Mas Dani dulu soalnya masih ada barang yang ketinggalan. Dari apartemennya Mas Dani, sbelum balik ke Aldernay, aku mampir ke supermarket 24 jam beli sereal, susu, sama orange juice buat paginya. Baru bisa tidur skitar jam 12an tuh.


17 Desember 2014

Hari pertama pindah di apartemen dah ngerasain dapet sensasi. Sensasi dibangunin jam 3 pagi sama alarm kebakaran. Sambil ngantuk-ngantuk ngambil jaket, ngambil paspor sama dompet trus turun.. Temen-temen yang cewe lebih epic lagi, pada pake piyama turunnya pake sepatu kerja. Masih mending sih, banyak bule-bule yang pada turun ga pake alas kaki, padahal pagi itu diluar skitar 12 derajat. Diluar udah ada dua truk pemadam kebakaran standby. Katanya respon mereka paling lambat 5 menit sudah sampai di tempat kejadian. Hebat ni Australia.

Stelah dibilang aman, kita balik lagi ke apartemen. Aku ga bisa langsung tidur, daripada bengong aku nyuci baju. Belum pernah pake mesin cuci di apartemen itu. Pencet pencet pencet, muterlah mesin cucinya. Ditungguin hampir sejam ga kelar-kelar, stelah aku liat dari kaca pintu mesin cuci, ternyata baju putihku kelunturan celana hitam, jadinya abu-abu. Padahal jaman di asrama ga pernah masalah nyuci clana hitam sama baju putih. Hadeh. Untung yang kelunturan cuma kemeja lama sama baju dalem, jadi ga sakit-sakit ati banget. Aku buang jadinya tu baju. Baru bisa tidur nyenyak tu jam 6 sampe jam stengah 8. Masih kurang tidur ni yang jelas.

Masuk kantor jam 9 masih ngantuk banget. Jam 10 ada rapat staf. Ini jadi rapat staf pertama yang dipimpin sama Pak Konjen yang baru. Rapatnya seharian sampe sore, dapet jatah makan siang juga.

Malemnya kita jalan kaki, makan malem di restoran VietRoyal, menunya asian fusion gitu, masih di daerah East Perth, ditraktir sama Mba Widya.


18 Desember 2014

Hari ini aku diajakin ke dealer Mercy sama Mba Rina. Mba Rina jadi ketua tim pengadaan mobil untuk KJRI. Hari ini aku diminta merhatiin proses-proses pengadaannya. Kaget juga aku diminta tolong nyetirin pake mobil KJRI, seneng banget deh bisa nyetir mobilnya KJRI lagi. Habis dari dealer, ditraktir makan siang sama Mba Rina di restoran halal ala ala Maroko gitu. Aku balik dari kantor jam 6 sore, langsung ke Aldernay, ganti baju trus dijemput Mas Ari pake Holden Zafiranya. Dari minggu kmaren sebenernya dah janjian sama Mas Ari buat jalan. Kita jalannya ke Westfield Carousel Mall yang dibilang buka sampe “late night”, yang ternyata cuma sampe jam 9 malem. Lucu juga jam 9 malem dah dibilang late night, soalnya kalo hari biasa mallnya jam 5 sore dah tutup. Ga gitu istimewa mallnya, jauh lebih heboh mall-mall di Indonesia. Jalan-jalan liat baju-baju di department store, ternyata harga-harganya ga jauh-jauh juga dari di Indonesia. Kita makan di foodcourt di mallnya, aku makan cheese burger di Bucking Bull. Lumayanlah 9,9 AUD dah dapet burger (yang ukurannya gila besarnya), kentang goreng (yang ukurannya juga gila), sama Pepsi. Kenyang gila pokoknya!

Habis dari Westfield Carousel Mall, aku sama Mas Ari ke supermarket Coles di daerah Victoria Park. Dari situ aku ditelpon Mas Dani yang katanya mau jemput buat jalan-jalan skalian makan cheesecake di daerah Midland. Sbelum itu mampir dulu di Alfred’s Kitchen yang jualan burger di daerah Swan Valley. Aku sih ga makan, masih kekenyangan dari burgernya Bucking Bull. Habis dari Alfred’s Kitchen, kita ke Mueller Café. Tempatnya tu kayak rumah tua biasa, ga keliatan kayak café samaskali. Cozy banget tempatnya, walopun kalo yang punya asma pasti ga nyaman soalnya sofa-sofanya sengaja ga divakum biar dapet suasana rumah tua, sama sarang laba-laba juga ga dibersihin yang justru bikin tempatnya unik. Yang punya café namanya Karl, dia ramah banget & suka banget cerita, waktu kita habis bayar & mau pulang, dia malah cerita terus sampe ga kerasa dah jam 12 malem.


19 Desember 2014

Pagi ini aku dapet giliran sama Mba Ririn buat dampingin Pak Konjen buat courtesy call ke Konjen Vietnam. Berangkat ke Konsulat Jenderal Vietnam dianter sama Mas Ari. Konsulat Jenderalnya Vietnam ada di tower di city center, pemandangan dari kantornya Konjennya bagus banget, ngadep Swan River. Konjen Vietnamnya juga ramah banget, banyak cerita soal ASEAN sampe impor sapi. Dari Konsulat Jenderal Vietnam, Pak Konjen minta jalan kaki balik ke KJRI. Ga gitu jauh sih, cuma masalahnya hari ini lagi panas-panasnya di Perth, sampe 39 derajat, dan kering banget udaranya.

Aku siang ini diajakin Jumatan sama Mas Dani & Mas Imam di masjid di daerah Westpool. Agak telat sampenya jadinya ga dapet didalem masjid, padahal lagi panas-panasnya hari ini. Habis Jumatan ditraktir Mas Dani makan di Bintang Café, nasi goreng kambingnya lumayan juga.

Sesiang aku sama beberapa local staff bantuin buat beresin aula buat nyiapin acara buat besok. Besok sore rencananya Pak Konjen ada pertemuan sama tokoh masyarakat.

Malemnya pada ngumpul di Aldernay, ada Mas Dani, Mba Ririn, Mba Widya, Agam. Dimasakin ketoprak sama Mas Dani, mantep banget dah…


20 Desember 2014

Sabtu pagi ini aku sama temen-temen, sama Mba Widya juga, jalan-jalan ke taman di daerah East Perth, masih deket sama Aldernay juga. Kita makan di Toast Bistro. Agak sial juga pas aku makan, toastnya agak keras jadinya pas aku coba potong pake pisau piringnya sampe terbalik makanannya tumpah semua, sialnya (atau untungnya) makanannya jatuh diatas tas Natgeo kesayangan yang aku taruh dibawah meja. Jadinya makanannya masih bisa dimakan. Tapi karena makanannya itu ada alpukat sama salmonnya, tasnya bau deh. Jadinya pulang jalan-jalan langsung nyuci tas pake mesin cuci. Sorenya kita harus dateng ke kantor Sabtu-Sabtu karena Pak Konjen ngundang tokoh-tokoh masyarakat buat makan malam.


21 Desember 2014

Aku smalem ketiduran di sofa, pagi-pagi jam stengah 6 dah kebangun denger Nia mulai goreng bakwan buat bekel jalan-jalan hari ini. Kita hari ini mo jalan liat Pinnacles di Nambung National Park yang jaraknya skitar 200 km dari Perth. Rencana kita jalannya pagi-pagi, tapi ternyata baru siap jalan skitar jam 10an. Kita mampir ke supermarket Woolworth’s di daerah Victoria Park dulu buat beli cemilan sbelum akhirnya jalan. Kita jalan pake dua mobil, Accordnya Mas Dani, sama Jazznya Agam, biasanya dia bawa Civic tapi katanya takut mentok kalo dibawa ke daerah Pinnacles. Tumben-tumbenan Stiffan juga mau ikut jalan sama kita. Jadinya yang jalan smua anak magang, Agam, Mba Widya, sama Mas Dani.

Awalnya Mas Dani yang bawa mobil, trus pas kita ngisi bensin di Caltex di daerah Jundaloop aku gantian yang bawa sampai ke Nambung National Park, sampe pulangnya juga. Pemandangannya lumayan bagus disana, sbelum sampe kita mampir berhenti di gurun yang pasirnya bener-bener putih, dari situ baru liat Pinnacles. Sbelum pulang mampir dulu di Jurien Bay. Kotanya sepi banget, kota pelabuhan mirip sama Cilacap gitu, tapi bahkan lebih sepi. Kita berhenti istirahat sebentar di pantai. Sempet tidur bentar dimobil sebelum jalan balik ke Perth, harus tahan ngantuk kalo nyetir di Australia, karena jalanannya sepi tapi harus taat sama speed limit. Hampir sepanjang jalan aku nyetir pake cruise control dipanteng di 110 km/jam.

Nyampe di Perth, kita makan di restoran Italia, Siena’s namanya, di daerah Leederfield. Habis makan pizza kita ngopi bentar di coffee shop namanya Greens & Co, biasa aja sih kopinya, 4 AUD segelas (rada unik karena ga pake cangkir, tapi pake gelas kecil).


22 Desember 2014

Hari ini udah ga terlalu banyak kerjaan di kantor. Sepagian aku fokus bikin laporan magang. Siangnya aku makan Subway di City Center, ga bosen-bosen makan roast beef sandwich, 9,5 AUD udah sama minum. Habis makan aku berburu oleh-oleh, lumayan deh habisnya, tinggal bentar lagi di Perth dah hampir cashless, sbenernya bisa aja narik duit di ATM, tapi sayang aja, smoga bisa bertahan sampe pulang. Malemnya ada Agam, diajakin makan di Oporto, take away aja, makan di Aldernay. Peri-peri chickennya mantep banget, ga sampe 10 AUD.


23 Desember 2014

Hari ini di kantor tetep fokus buat laporan magang. Siang makan di Subway lagi. Sore ada serah terima jabatan HOC di kantor. Malemnya aku belanja di Golden Hay supermarket, beli jus, susu, spagetti, kentang, brokoli, sama keju, jadi malem ini aku masak sendiri.

Jumat, 12 Desember 2014

Pengalaman Hidup: Magang di KJRI Perth (2nd chapter -- 5 Dec - 11 Dec 2014)

5 Desember 2014

Pagi ini tetep deh mikirin market review yang ga ngerti-ngerti jadi spagian tu mantengin layar, nyari bahan, berharap ada materi yang relevan buat market review yang sampe siang ga dapet-dapet. Ga enak gitu rasanya kerja ga dapet hasil.

Siang skitar jam 12an aku diajakin Jumatan di City Center sama Pak Winadi, Petugas Komunikasi di KJRI. Karena Jumatan disini baru mulai jam stengah 2, kita makan dulu. Aku makan Taco. Aku kira murah karena seporsinya cuma 5 AUD, ternyata kecil banget porsinya! Plus minum jadi 8,5 AUD Habis makan aku sama Pak Winadi jalan ke tempat Jumatan, tempatnya tu cuma kayak aula kecil gitu, bukan masjid, tapi lumayan penuh, kebanyakan isinya orang-orang Timur Tengah. Khotbahnya pake Bahasa Inggris. Habis Jumatan langsung balik ke KJRI.

Habis istirahat makan siang, aku sama temen-temen magang diajak Mba Rina ke kantor Department of State Development, Western Australia buat tanya-tanya soal perekonomian di Eropa Barat. Kantornya deket banget sama KJRI jadi cuma jalan kaki aja. Stelah itu, karena ini bagian ekonomi, aku sama Rinnay bikin laporan kunjungannya.

Sorenya kita ga bisa langsung pulang, ga bisa jalan keluar juga, karena harus standby terus di KJRI. Sore sampe malem ini lagi ada acara perayaan Natal di aula KJRI. Ga jauh-jauh kerjaanku dari di Yangon dulu, aku dimintain tolong Pak Winardi buat motretin acara. Acara Natalnya ada doa bersama, trus pertunjukan di panggung, ada yang nyanyi, ada yang main gamelan. Lumayan banyak masyarakat Indonesia yang dateng. Habis selesai acara, aku bantuin beres-beres aula, angkut-angkut kursi.


6 Desember 2014

Hari Sabtu ini lumayan, bisa bangun agak siang. Hari ini agenda utamanya jalan-jalan ke Fremantle, kota pelabuhan tua di selatan Perth. Aku jalan skitar jam 10an naik bus ke City Center buat ketemuan sama Rina, Rinnay, Nia, sama Vega, local staff yang bakal dampingin kita jalan ke Fremantle. Stiffan ga ikut, katanya dah punya agenda sendiri. Kita ke Fremantle dari City Center naik kereta Fremantle Line. Kita beli tiket Family Rider lewat mesin tiket di stasiun seharga 23,6 AUD buat berlima. Tiket itu bisa buat naik bus, ferry, ato kereta seharian. Keretanya lumayan bagus, yaa ga jauh-jauh bangetlah sama MRTnya Singapura ato monorelnya Kuala Lumpur.

Sampai Fremantle, kita muter-muter naik Blue CAT Bus gratisan muterin Fremantle. Habis muter-muter naik bus, kita makan di restoran Cicerello’s di pinggir dermaga. Disitu kita makan fish and chips sama mussels. Lumayan enak. Kita makannya sharing-sharing gitu, trus diitung-itung per orang habisnya skitar 20 AUD. Habis makan kita belanja di toko suvenir namanya Aussin, yang punya orang Indonesia, maksudnya biar bisa dapet diskon gitu. Aku beli beberapa oleh-oleh habis 53 AUD.

Dari Fremantle, kita balik lagi ke City Center naik kereta. Di City Center kita belanja camilan di supermarket Woolsworth, niatnya buat piknik di Kings Park. Aku kemakan iklan yang banyak dipajang di halte-halte bus jadinya nyobain Spearmint Milk, 3 AUD, lucu deh rasanya. Tadinya mau ke Kings Park naik bus, tapi ternyata busnya dah ga jalan lagi karena jalanan ditutup buat Parade Natal. Akhirnya kita jalan sampe Kings Park yang letaknya lumayan tinggi diatas bukit. Walopun capek, ga sia-sia, pemandangannya bagus banget di Kings Park.

Stelah sunset, Vega telpon temennya, namanya Edwin, masyarakat Indonesia juga, buat jemput kita di Kings Park trus jalan buat dinner bareng. Dia bawa mobil VW Multivan, jadi muat banyak. Kita dinner di restoran Nando’s di Victoria Park. Ditraktir ternyata sama Edwin, katanya dia habis dapet bonus ditempat kerja. Habis dinner, Rina Rinnay, sama Nia dianter kerumah Bu Nusi, trus aku dianter ke Wisma Indonesia karena giliranku jaga malem.


7 Desember 2014

Bangun-bangun rasanya seger banget habis tidur di kamar VIP wisma yang katanya berhantu itu. Saya bangun jam 5.45, mandi, trus balik ke KJRI sama Pak Eddy. Hari ini rencananya mau nyewa mobil buat jalan-jalan, ditemenin Mba Widya. Katanya jam 8 pagi mobil bakal dianter ke KJRI. Nyewanya sama orang Indonesia yang punya persewaan mobil, kenalannya Mba Widya. Karena masih ngantuk aku tidur lagi di sofa depan TV di KJRI sambil nunggu mobilnya dateng. Skitar jam 8 lewat dikit Mba Widya nyampe di KJRI trus ga lama kmudian mobil sewaannya dateng, minivan KIA Grand Carnival EX. Harga sewanya 90 AUD seharian. Ga lama buat adaptasi nyetirnya, gampang-gampang aja bawanya, langsung deh jemput Rina, Rinnay, sama Nia yang pada nginep di rumah Bu Nusi. Lagi-lagi Stiffan ga ikut.

Habis jemput temen-temen, disempetin mampir bentar di taman dipinggir Swan River buat motret kota Perth dari sebrang Swan River. Habis itu langsung cabut ke tempat yang namanya Caversham Wildlife Park, sejam kurang dari Perth. Masuk Caversham 25 AUD. Disitu kita bisa foto-foto sama hewan-hewan khas Australia seperti wombat, wallaby, kanguru, koala, sama aneka jenis burung. Dari Caversham kita jalan ke Yanchep National Park, ke arah utara. Kita mampir makan di resto fastfood Hungry Jack’s, franchise fastfood yang mirip banget sama Burger King, mungkin itu Burger King versi Australia karena ada Whoppernya segala. Cuman harus hati-hati kalo mesen, banyak baconnya. Aku makan pake Jr. Whopper, habis 6,10 AUD.

Habis makan, kita lanjut jalan sampe Yanchep, lama-lama mulai asik dan terbiasa nyetir di Australia nih. Masuk National Parknya bayar 12 AUD semobil. Trus kita ke visitor’s centernya buat daftar Aboriginal Tour, 11 AUD per orang. Kirain bakal diajak jalan-jalan gitu sama guidenya, ternyata cuma nonton dia ngenalin senjata-senjata, alat musik, sama lukisan Aborigin sambil kita duduk diatas kursi yang diatasnya digelar karpet kulit kanguru. Lumayan bagus sih, cuman agak sayang aja, 11 AUD gitu… Dari Yanchep, kita balik ke arah selatan, ngikutin jalan di West Coast lewat pinggir pantai terus. Kita sempet mampir ke pantai namanya Two Rocks, trus lanjut lagi ke Cottesloe buat liat sunset. Kita juga sempet berhenti ngisi bensin dulu. Baru pertama kali ngisiin bensin mobil di Australia. Jadi kita sendiri yang ngisi bensin trus tar bayarnya di kasir convenience store di sampingnya.

Kita trus makan malam di restoran namanya Hog’s Breath, di daerah Northbridge, Perth. Steak sama dessertnya enaaakkk bangetttt, walopun memang rada mahal, aku sendiri habis skitar 35 AUD buat Ribeye Steak, Mud Cake, sama Diet Coke. O iya, kita markirin mobil di gedung parkir umum selama makan makan habis 7 AUD, mahal gila cuma buat parkir. Habis makan aku nganterin temen-temen balik ke rumah Bu Nusi, trus mobilnya ditinggal di KJRI. Aku baru sampe apartemennya Mas Dani tu jam stengah 12 malem. Malem-malem gitu mumpung jemuran kosong aku sempetin buat nyuci baju, baru deh bisa tidur. Lumayanlah dua hari ini sebagian besar Perth udah dijelajahin. Dah beli oleh-oleh, dah liat koala sama kanguru, dah sah berarti kunjungannya ke Australia.


8 Desember 2014

Pagi ini bangun rada-rada ga semangat gitu. Sampe meja kerja masih aja mikirin market review yang ga jelas nasibnya. Dapet tugas lagi bikin laporan khusus soal kasus Dean Nalder, Menteri Transportasi dan Keuangannya Western Australia. Mana ga ngerti kasusnya gimana, jadi harus belajar lagi. Rinnay yang lebih banyak mikir sih, aku lagi ga gitu fokus hari ini.

Siangnya niatnya sih makan sendiri di Subway yang ga gitu jauh dari KJRI, tapi tiba-tiba Stiffan sama Mba Ratu, local staf di konsuler ngajakin makan di Brooksfield, deket City Center naik bus. Di Brooksfield ada foodcourtnya gitu. Ga jadi deh makan Subway, untungya disitu ada Mad Mex, makan burrito lagi deh, habis 15,10 AUD. Habis makan siang diajakin Mba Ratu nyobain kopi di coffee shop namanya Small Print. Aku nyobain cappucinonya daaan itu cappucino terenak yg pernah aku coba. Satu cup gede 4 AUD, diminum sambil jalan balik ke KJRI.

Sorenya aku diminta ikut dinner di Hyatt sama Pak Rosihan, Mas Arif, sama Mba Rina, ngejamu tamu dari Kementerian Perhubungan sama Kementerian Hukum dan HAM yang lagi ikut workshop di Perth. Aku makan Pho, walopun di Hyatt rasanya biasa aja sih. Trus malemnya, giliranku lagi jaga wisma, skarang sama Mas Ari.


9 Desember 2014

Pagi ini aku diminta nganterin dokumen ke tamu yang smalem dinner bareng di Hyatt. Tamunya lagi ada acara di Duxton Hotel, deket City Center jadi aku naik bus kesana buat nganter dokumennya. Pulangnya skalian mampir di Subway buat beli makan siang. Aku pesen yang isinya roast beef, sama minum habis 8,6 AUD. Habis makan siang aku dapet kerjaan dari Mba Rina buat translate berita dari koran The Australian. Agak lumayan menantang translate berita dari The Australian karena bahasanya termasuk lumayan rumit, beda banget sama koran The New Light of Myanmar yang dulu biasa aku translate jaman di Yangon.

Sorenya aku diajakin makan waffle di Gelare, semacam café yang jualan pancakes, waffle, sama gelato di City Center sama Vega. Mba Rina, Rina, Rinnay, sama Nia juga ikutan. Kita naik bus kesana. Temen-temen yang lain pada pesen waffle yang kecil plus satu scoop gelato, tapi karena aku niatnya ngirit skalian biar kenyang ga usah makan malem lagi, aku pesennya waffle yang large pake dua scoop ice cream plus blueberry-banana smoothie, dan ternyata ditraktir Mba Rina, jadi (ga) enak aku pesennya banyak sendiri tapi ternyata dibayarin. Dah gitu pas balik ke kantor ternyata Mba Widya beliin KFC buat semua, kenyang gila deh malem ini.


10 Desember 2014

Pagi-pagi jam 5.45 aku udah ada di kantor siap buat nganter tamu yang kemaren ke bandara karena mereka dah harus balik ke Indonesia. Aku naik Mercynya KJRI sama Mas Ari. Di bandara sempet kaget juga liat antrian cek in Garuda Indonesia panjangnya setengah mampus. Untung Pak Andra, salah satu tamunya GFFnya udah Gold jadi bisa langsung cek in di barisan sendiri, jadinya cepet urusan cek in-nya.

Sampe kantor masih skitar jam 7.30, masih bisa merem bentar sampe jam 9, tapi kaget juga persis jam 9 Pak Rosihan masuk ke ruangan tiba-tiba minta notulensi rapat minggu lalu karena hari ini jam 9.30 bakal ada rapat staf, trus ditanyain apa notulensinya udah dibagiin ke temen-temen home staff apa belum. Aku sadar banget kalo belum aku bagiin karena waktu itu langsung di-file sama Mba Ririn, tapi sontak aku jawab “siap, sudah saya bagikan ke semua Pak!” Pak Rosihan bilang, “bagus, terimakasih ya!” Langsung aku cepet-cepet ngeprint notulensinya trus aku bagiin ke smua home staff pagi itu. Pas mulai rapat, semua home staff udah pegang notulensinya dan smuanya lancar, aku dapet apresiasi dari Pak Rosihan, haha, memang harus cerdik jadi anak buah…

Habis rapat dibagiin makan siang kotakan, makanan Indonesia, nasi ayam goreng, telur balado, ikan asin. Lumayan sih gratisan, krasa banget ngiritnya, tapi ga enak banget deh di Perth makannya makanan Indonesia.

Habis rapat aku ngerjain laporan pertemuan dengan delegasi dari Kementerian mengenai Workshop on Air Travel. Ga jelas banget ni, yang diomongin waktu pertemuan informal ga nyambung sama isi workshopnya, jadi apa yang harus dibikin laporan coba? Mana materi workshopnya juga ga ada, pusing deh. Tambah pusing lagi tadi waktu rapat disinggung lagi soal market reviewnya yang sampe skarang belum ada progress, hadeh, makin ga karuan ni kerjaan.

Sore diajakin makan ke Café Bintang sama Mas Dani di daerah Victoria Park. Aku yang nyetir mobilnya Mas Dani. Jaah, hari ini makan makanan Indonesia terus deh. Tapi seneng juga, soalnya ditraktir sama Mas Dani, hehehe… Aku pesen Mi Ayam Jamur, rasanya hampir sama kayak di GM, tapi porsinya dua kali lipet, ya wajar sih, harganya juga dua kali lipet soalnya. Habis makan aku nyobain kopi yang katanya Vega enak, di café Imp di Victoria Park juga. Enak cappucinonya, jauh lebih enak dari Starbucks, tapi buatku masih belum ada yang ngalahin Small Print.

Habis makan balik lagi ke KJRI, ngajuin laporannya soal Workshop on Air Travel ke Pak Rosihan, dicoret-coretlah dan dibilang isinya ga nyambung, karena memang dari pembicaraan yang aku catet juga ga ada yang nyambung. Hadeh, aku coba koreksi besok deh, dah ngantuk.


11 Desember 2014

Pagi di kantor langsung nyoba ngoreksi laporan yang kemaren. Bingung juga soalnya materinya juga ga ada. Tanya sama delegasinya kemaren mreka ternyata juga belum bikin. Jadi ga enak ni sama Pak Rosihan, tapi mau gimana lagi?

Siangnya aku sama temen-temen diajakin lunch sama Mba Ratu di food courtnya David Jones di daerah City Center. Lumayan banyak sih pilihan makanannya, tapi aku pas ga gitu selera. Akhirnya aku misah sendiri buat makan Subway skalian jalan liat-liat kartu pos sama kartu natal. Lumayanlah kalo di Subway ga lebih dari 9 AUD skali makan dah sama minum.

Sore diajak makan sama Mba Widya ke Spencer Village Food Court, lumayan jauh dari KJRI. Aku jadinya pinjem mobilnya Mas Dani buat kesana. Disana tu isinya makanan-makanan Asia semua. Karena males nasi, aku pesen prata pake kari ayam harganya 9 AUD. Gede banget porsinya, rada-rada kekenyangan tu. Habis makan disitu temen-temen pada penasaran pengen nyoba San Churro, café yang jual chorros gitu, padahal masih kenyang banget disitu. Aku disitu jadinya cuma nyoba cappuciono aja sama ngambil churros secuil, itu aja dah habis 10 AUD. Kopinya tetep masih paling enak di Small Print. Dasarnya aku ga gitu suka churros jadi biasa aja, tapi kayaknya bagi penggemar churros tu tempat enak banget. Tempat itu juga jual aneka dessert lainnya, tapi lumayan juga harganya. Malemnya giliran jaga lagi di Wisma Indonesia sama Mas Ari.

Jumat, 05 Desember 2014

Pengalaman Hidup: Magang di KJRI Perth (1st chapter -- 29 Nov - 4 Dec 2014)

29 November 2014

Semaleman ga bisa tidur, ga sabar buat berangkat ke Perth hari ini. Aseeek…

Pagi jam 7 habis sarapan semangkok cornflakes, aku langsung mandi dengan harapan pas harus berangkat jam 9.30, handuk yang aku pakai mandi pagi udah cukup kering dan bisa ikut masuk ke dalam koper. Barang-barang yang bakal ditinggal di asrama kayak ember, gantungan baju, dan teko air aku titipin ke kamar Mas Ivan. Stelah nitipin barang-barang, aku tidur-tiduran lagi di kamar. Masih ngantuk karena kurang (ga bisa) tidur semaleman, sampai akhirnya jam 9 kebangun sama suara alarm dari hape. Untung handuk dah lumayan kering jadi langsung bisa masuk ke koper dan siap berangkat. Setelah nyerahin kunci ke Pak Syahwin, penjaga asrama, jam 9.15 udah keliatan Toyota Vellfire, taksi Silver Bird standby di parkiran asrama.

Aku jadi orang pertama yang masukin barang ke taksi. Ga lama kemudian Stiffan juga udah siap. Rinnay yang lumayan ngaret. Dari yang awalnya janjian mo jalan 9.30, molor jadi jam 10. Untung sopir taksinya baik, kita nungguin Rinnay di dalem mobil dengan kondisi mesin dan AC nyala tapi argo belum dijalanin. Perjalanan dari asrama ke bandara cukup lancar dengan argo sampai terminal 2D ga sampe 250 ribu.

Di bandara, aku, Stiffan, sama Rinnay nungguin Rina sama Nia sebelum bisa masuk ke counter check in buat ngedrop bagasi. Stelah naro bagasi, lewatlah kita di counter imigrasi. Pertama kalinya nih pake paspor diplomatik. Sama petugasnya paspor kita berlima dikumpulin jadi satu buat di cap, jadi ngga ngantri satu-satu. Sambil nunggu boarding, kita makan siang dulu di Oldtown White Coffee. Aku makan toast pake telur stengah mateng, lumayan enak, jadi dulu waktu diajak makanan kayak gini sama Erwin, sahabat di Singapur.

Pas boarding, kita harus naik bus karena PK-GFK, pesawat Boeing 737-800NG yang dipake buat penerbangan GA 729 ke Perth parkirannya lumayan jauh. Aku duduk di 23K. Sepanjang penerbangan aku dah ngehabisin satu film full sama beberapa film-film pendek. Makanannya lumayan, pilihannya antara nasi rendang dan roasted chicken and potatoes. Karena aku pilih chicken tentunya. Flight selama 4 jam lebih walaupun dengan pesawat kecil cukup enjoyable.

Kita landing skitar jam 6.45 waktu setempat (lebih cepet 1 jam dibandingin Jakarta). Setibanya di Perth International Airport, agak kesel juga karena paspor kita ga bisa kebaca mesin scan imigrasi mereka. Dari 5 paspor, cuma Stiffan sama Nia yang bisa lolos. Setelah ditanya-tanyai dan diminta nunjukin beberapa dokumen, akhirnya aku, Rina, dan Rinnay berhasil lolos juga. Ga sakti-sakti banget tu paspor hitam di Australia.

Stelah keluar terminal bandara, kita langsung cari counter penjualan nomor telepon seluler setempat. Kita pakai operator Optus. Kita beli paket seharga 45 AUD, dapet paket internet 2 giga dan jatah telpon internasional senilai 10 AUD dengan tarif 11 sen per menit ke Indonesia. Proses registrasinya cukup lama, jadi ga enak bikin Mba Rina, PF Ekonomi sama Bang Oji salah satu local staf yang jemput kita jadi harus nunggu lumayan lama sampai kita slesei registrasi nomor kita. Keluar terminal bandara, hawanya enak banget, seger gitu, minim polusi, suhunya 23 derajat celcius. Kita dianter pake minivan Mercedes KJRI.

Sampai di KJRI kita disambut sama staf-staf sebelum kemudian CC dengan Pak Dede, Konjen KJRI Perth yang sebentar lagi akan cross posting ke Maroko. Beliau suka sekali cerita. Setelah makan malam KFC (yang menurutku lebih enak dari KFC di Indonesia), Pak Dede ga berhenti bicara sampai skitar jam 1 malem. Teler deh.


30 November 2014

Skitar jam 1 malem lebih, aku sama Stiffan dianter Mas Dani, suami Mba Ririn yang jadi PF Pensosbud di KJRI Perth pake Honda Accord 2008nya ke apartemennya yang jaraknya ga gitu jauh dari KJRI. Mba Ririn masih kerja tu, gilak, makanya Mas Dani stelah nganter kita langsung balik lagi ke KJRI nungguin Mba Ririn ampe slesei kerja.

Lumayan enak apartemennya. Kalau Rina, Rinnay, sama Nia ditampung di apartemennya Bu Nusi, HOC KJRI Perth. Yang aku lumayan kaget kamar mandinya, ga ada air panas! Menggigil deh. Aku tidur cuma bentar, ga sampe tiga jam, siap-siap buat acara World of Food Festival di halaman Kantor Gubernur Western Australia. Aku sama Stiffan udah siap, ternyata Mba Ririn sama suaminya ga bangun-bangun, mungkin kecapekan smalem mreka pulangnya jam 3 pagi mungkin. Jam 10an mreka baru bangun dan kita baru berangkat jam 11. Kita ke Kantor Gubernur naik bus. Busnya bagus dan gratis untuk wilayah Central Business Districtnya Perth.

Di acara, kami mendapat kehormatan bisa dikenalkan oleh Pak Konjen kepada Gubernur Western Australia. Setelah menyaksikan sambutan-sambutan oleh para pejabat setempat, termasuk oleh Pak Konjen selaku Dean of the Consulate Corps di Perth, kita cari makan di stan-stan makanan di halaman Kantor Gubernur. Banyak negara yang menggelar stan makanan disitu. Pusing juga keliling liat harga-harga makanan yang ditawarin mahal-mahal, rata-rata 8-10 AUD. Begitu liat ada makanan yang murah dan menggiurkan, ga yakin kalo itu halal – American Chilli Dog dari stan Amerika Serikat. Jadinya aku beli Cheese Gozleme, makanan tradisional dari Turki, kayak pita bread diisi feta cheese trus dikasih perasan jeruk lemon. Itu harganya 8 AUD, plus minuman Schweppes Lemonade 2 AUD. Mahal yak? Tapi suasananya yang lebih nikmat dari makanannya. Kita makan sambil duduk-duduk di rumput, piknik-piknik ala bule gitu.

Stelah makan, aku dititipin kunci apartemen sama Mas Dani biar kita bisa bebas jalan tanpa bergantung ke Mba Ririn ato Mas Dani. Kitapun jalan ke City Center, pusat kotanya Perth. Isinya toko-toko gitulah, ga wah-wah banget sih. Ga beli apa-apa juga disana. Untuk barang-barang international brand harganya standar-standar aja, ga jauh-jauh dari harga di Indonesia. Makanan yang kerasanya mahal. Kita jalan ke pinggir Swan River buat cari café buat nongkrong. Aku pesen hot chocolate sama lemon pie, itu aja udah 15 AUD. Hadeh. Suhunya sepanjang siang sekitar 23 derajat, karena anginnya lumayan gede jadi pada kedinginan. Habis nongkrong di pinggir sungai, kita balik ke KJRI. Yang cewe-cewe dianter balik sama salah satu local staff trus aku sama Stiffan balik ke apartemennya Mba Ririn.

Makan malam, aku makan sate ayam sisa dari stan makanan Indonesia di acara siang hari di halaman Kantor Gubernur. Stelah makan malam aku langsung tidur saking capenya.


1 Desember 2014

Pukul 00.15 tiba-tiba Mas Dani buka pintu kamar trus ngebangunin aku sama Stiffan. Katanya kita harus ke Wisma Indonesia pagi-pagi biar ga telat nganter Pak Konjen ke bandara yang udah siap cross posting ke Maroko. Buset, baru tidur bentar dah dibangunin lagi. Biar fresh, aku paksain mandi, daaan ga sempet buat nyiapin air panas, jadinya cold shower jam stengah satu pagi. Brrrrrr… Langsung agak-agak ga enak gitu badannya, tapi bodo amat. Sampe Wisma Indonesia langsung nyeruput Twinning’s Chai Tea panas langsung enakan.

Wisma Indonesia, kediaman Pak Konjen jaraknya lumayan jauh, skitar stengah jam dari KJRI. Gede dan mewah, lebih kerasa rumah daripada Wisma Indonesia di Yangon yang aku pernah liat. Boleh tidur lagi sebenernya, tapi ga bisa. Selama nunggu jadinya duduk di sofa yang empuk dan nyaman mantengin serial Friends sama How I Met Your Mother. Stelah smua staf KJRI kumpul di Wisma Indonesia, akhirnya jam stengah 5 pagi kita smua berangkat ke bandara nuat nganter Pak Konjen.

Di bandara, kita diarahin ke ruang tunggu VIP, tapi ngga bisa duduk juga saking banyaknya yang nganterin Pak Konjen. Pagi-pagi kaki dah pegel tuh berdiri lama. Stelah Pak Konjen berangkat, kita ga langsung pulang dari bandara, katanya ada tamu yang dateng dari Indonesia yang harus disambut. Karena laper, aku niatnya nyari makan di dalem bandara, tapi bgitu liat harganya, ga jadi, sayang banget duit kalo kopi sama croisant harganya 10 AUD. Akhirnya aku beli chips dari vending machine labelnya Red Rock Deli, Sea Salt & Balsamic Vinegar. Harganya 2 AUD. Rasanya enak, kentang tapi asem-asem seger gitu. Baca komposisinya ga ada MSGnya, cocoklah. Lumayan buat nghindarin sakit maag pagi-pagi.

Dari bandara langsung ke KJRI. Rasanya masih ga seger gitu badannya. Aku sama Stiffan ijin balik ke apartemen buat istirahat sebentar. Ga sempet sebenernya buat istirahat karena bgitu sampe apartemen, aku nyicil nyuci 2 potong baju, ngrebus air panas sambil sarapan roti sama keju, mandi, trus langsung cabut ke KJRI lagi.

Ga lama nyampe di KJRI, langsung disambut dengan demo Organisasi Papua Merdeka (OPM) di depan kantor KJRI dan aku langsung ditugasin Mba Ririn jadi intel, seriusan, intel! Aku ditugasin buat ngawasin demo OPM itu di City Center. Aku ditugasin ngambil foto sama dengerin orasinya, tapi samaskali ga boleh interaksi sama mereka. Karena aku ngantornya pake PSL aku disuruh ganti baju sok-sokan jadi turis gitu, jadi aku balik ke apartemen buat ganti polo shirt, jeans, sama sepatu santai. Aku ditemenin jalan sama Mas Ari, stafnya Mba Ririn di pensosbud naik bus. Lumayan lama nunggunya disana sampe demonya mulai di City Center. Demonstran OPM ngebentangin spanduk sama bendera trus berorasi. Bahasa Inggrisnya yang ngasih orasi ga jelas dan ga menarik gitu jadi ga banyak orang juga yang merhatiin ato ngasih simpati ke mereka. Sambil sok-sok jadi turis gitu aku ambil beberapa foto kegiatan demonya.

Demo rencananya berlangsung sampe jam 2 siang, tapi ternyata sampe jam 1 dah ga ada orang lagi, cuma spanduk mereka aja belum diturunin. Karena laper, aku sama Mas Ari cari makan dulu. Niatnya makan di Subway, begitu ngeliat antriannya, ga jadi deh… Noleh ke sebelah ternyata ada tempat makan makanan Meksiko namanya Mad Mex. Tempat makan ini dah aku search di internet sebelum berangkat ke Perth dan katanya itu tempatnya taco sama burrito enak, dan beneran enak! Aku beli Chicken Burrito sama Mexican Soda habisnya 15,20 AUD. Mahaaal buat ukuran kantong orang Indonesia, tapi untungnya enaaak! Habis makan langsung balik ke KJRI naik bus juga. Baru balik jam 3an, sore.

Stelah slesei bikin laporan hasil intelijenku, aku diminta jadi petugas upacara hari Korpri sebagai pembaca teks Pembukaan UUD 1945. Entenglah… Habis upacara kita dibagi-bagi ke fungsi-fungsi. Aku kebagian di fungsi ekonomi sama Rinnay dibawah Mba Rina. Sorenya, temen-temen magang diminta ikut ke Wisma Indonesia, ceritanya sih buat sweeping barang-barang, ngecek apa ada barang Pak Konjen yang ketinggalan ato ngga, skalian ngambilin barang-barang yang udah ngga kepake lagi. Kita makan malam manasin aneka makanan yang masih tersisa di Wisma. Dari Wisma, kita balik mampir ke KJRI bentar trus baru ke apartemen. Dari KJRI aku nyoba bawa Accordnya Mas Dani, agak deg-degan juga nyetir disini, maklum peraturannya super ketat dan dendanya kalo nglanggar juga mahal banget.


2 Desember 2014

Pagi ini aku bangun skitar jam 6, lumayan dari skian hari cuma bisa tidur kurang dari 3 jam, malem ini bisa lebih dari 6 jam. Stelah mandi dan sarapan, kita nungguin Mba Ririn maksudnya biar bisa brangkat bareng, ternyata ditunggu sampe stengah 10 ga bangun-bangun. Akhirnya aku sama Stiffan ninggalin note di meja dan brangkat ke kantor duluan. Jam 11 pagi Pak Rosihan yang bertindak sebagai Acting Konjen meminta para peserta magang berkumpul dan diberikan briefing mengenai tugas masing-masing peserta magang. Aku sama Rinnay karena di ekonomi kebagian tugas bikin survei pasar. Siang hari, aku sama temen-temen makan siang beli kebab. Enak banget daging kebabnya, tapi harganya lumayan mahal. Sama minum aku habis 12,30 AUD.

Jam 3 siang ada rapat staf dan peserta magang juga diundang. Banyak agenda yang dibahas. Rapatnya lama banget sampe diatas jam 7 malam. Aku jadi notulen di rapat itu. Salah satu hasil keputusan rapat adalah besok pagi aku sama Stiffan ditugasin dampingin delegasi Kepala Sekolah dan Pemda Jatim yang mau nandatanganin Letter of Intent dengan Belmont City College dan Shenton College. Jadi besok harus ada di kantor sebelum jam 8 buat brangkat pendampingan itu. Keputusan rapat lain tu staf magang yang cowo diminta bergiliran jaga malam di Wisma Indonesia. Jadi aku harus siap-siap nginep di Wisma besok.

Malemnya stelah slesei rapat, smua peserta magang ditambah Bu Nusi, Mba Ririn sama Mas Dani, sama Mba Widya, BPKRT makan di Jaws Sushi. Lumayan sih sushinya tapi mahal. Aku cuma makan sepiring isi 3 sushi, miso soup, sama Ocha habis 9,30 AUD. Sebelum makan, sempet mampir bentar di supermarket deket apartemennya Mba Ririn sama Mas Dani, aku iseng-iseng beli marshmellow, chips, sama sebotol kecil Schweppes Ice Cream Soda, habis 10,30 AUD tadi.

Sampe apartemen, aku langsung nyuci baju. Pengeringnya ga jelas gitu, ga kayak di asrama dulu yang lumayan bisa kering, kalo disini ga kering-kering, aneh. Jadinya habis diperes langsung dijemur gitu baju-bajunya, percuma dimasukkin pengering. Tau gini nyucinya ga banyak-banyak, ga enak kalo harus numpang jemur banyak baju lama-lama. Habis nyuci niatnya mau nyeleseiin tugas notulensi tapi mata dah ga kuat jadinya langsung tidur.


3 Desember 2014

Pagi ini aku bangun jam 6, masak air panas sambil cepet-cepet makan roti trus brangkat ke kantor sama Stiffan. Pas banget jam 8 sampenya dan Mas Ari dah siap nganter kita pendampingan. Mas Arif, yang di fungsi Ekonomi juga, ikut kita. Kita naik Mercy E240nya KJRI.

Kita berkunjung ke Belmont City College sama Shenton College. Kunjungan delegasi dari Jawa Timur itu fokus buat ngembangin kerjasama antara sekolah-sekolah di Jawa Timur dan sekolah-sekolah di Western Australia, utamanya untuk pengembangan sekolah inklusi yang dapat menangani siswa-siswi dengan disabilitas. Kebetulan Belmont City College dan Shenton College di Perth merupakan sekolah-sekolah yang mampu menangani siswa-siswi yang menyandang disabilitas, utamanya tuna rungu dengan sangat baik dan sekolah-sekolah dari Jawa Timur ingin belajar banyak dari kedua sekolah tersebut.

Aku belajar lumayan banyak dari kunjungan itu. Aku baru tau kalo ternyata bahasa isyarat yang dasar bahasanya Bahasa Inggris tu beda-beda, ada American Sign Language (ASL), British Sign Language, dan Australian Sign Language (Auslan). Di Australia tentu saja Auslan yang digunakan.

Seneng bisa liat sekolah-sekolah di Perth, bisa sedikit nostalgia gitu, soalnya kondisi sekolah sama suasana belajarnya tu mirip-mirip sama jaman aku di Kanada dulu. Kita makan siang di Shenton College. Cukup sederhana makanannya, sandwich sama pumpkin and spinach quiche, plus orange juice.

Sore hari stelah balik ke kantor, langsung bikin laporan soal pendampingan hari ini. Jam 8 malem dah mulai kelaperan, pengennya sih beli Subway yang masih deket sama KJRI, bgitu jalan kesana ternyata tutup, dah jalan jauuuh ga nemu tempat juga, susah banget cari tempat makan yang masih buka diatas jam 8 malem di Perth. Kita akhirnya jalan sampe City Center dan itu suasananya dah kayak kota mati gitu, dah bener-bener ga ada lagi toko yang buka. Akhirnya nemu tempat makan India, namanya Tikki Turban, aku pesen nasi biriyani pake kari plus minum habisnya 15 AUD, gila, apa-apa mahal! Habis itu balik ke KJRI naik bus.

Jam stengah 10 malem, aku sama Bang Oji berangkat ke Wisma Indonesia buat giliran jaga malem. Lumayan, kesana naik Mercy KJRI lagi, sama E240nya, tapi beda unit. Heran, semua orang pada takut nginep di Wisma Indonesia, katanya banyak hantu, tapi aku sih asik-asik aja. Aku tidur dikamar atas, nyaman banget, bedsetnya lengkap, bantalnya banyak, selimutnya anget, karpet di ruangan tebel.

4 Desember 2014

Smalem nyenyak banget tidurnya di Wisma Indonesia. Heran, banyak orang yang takut tidur situ, katanya berhantu, ya walopun ada, yg jelas enak banget tidur disitu. Bangun-bangun tiba-tiba dah terang aja, dah jam 6 kurang. Mandinya juga enak banget disitu, air panasnya mantep, dah ada handuk, sabun, sampo, lengkap pokoknya, pas banget dah soalnya aku lupa bawa peralatan mandi. Habis mandi aku langsung dianter Bang Oji ke KJRI padahal masih belum jam 7. Dia harus pagi-pagi karena harus nganter anaknya sekolah. Aku akhirnya tidur lagi di kantor sampe mulai jam kerja.

Mulai jam kerja agak bingung juga ni mau ngapain. Karena belum sarapan, aku iseng beli snack di toko sebrang KJRI. Cuma beli Twinning’s Peppermint Tea, Nut Bar, sama Colgate Mouthwash aja dah lebih dari 10 AUD. Hadeh…

Hari ini dapet kerjaan bikin market review dan aku ga ngerti harus ngapain, mana internetnya lelet. Jadi sepagian ga dapet progress apa-apa. Kita makan siang di Subway di City Center. Stiffan ga ikut tapi, dia bener-bener ga mau kluar duit disini. Aku makan Turkey 6” sandwich, sama minum habis 8,50 AUD. Lumayan murah termasuknya. Habis makan, yang cewe-cewe pada blanja di supermarket trus aku iseng ngobatin kangen beli Reese’s, Cuma 1,5 AUD. Kita bolak-balik City Center naik bus. Habis jam makan siang, di aula KJRI lantai 2, aku bantuin angkat-angkat kursi sama bikin panggung buat persiapan acara Natal tanggal 5 Desember

Malemnya, tiba-tiba aja aku dikasih kunci mobilnya Mas Dani buat nyetir ke Hillarys Boat Harbour yang jaraknya sekitar 45 menitan dari KJRI. Kita pake dua mobil, mobilnya Mas Dani, sama mobilnya Agam, masyarakat sini yang sering nongkrong sama temen-temen KJRI. Pertama kali tu nyetir masuk freeway di Perth, deg-degan juga, tapi lumayan ada GPS. Smua temen-temen magang pada ikut kecuali Stiffan yang harus jaga Wisma Indonesia. Slain kita, ada Mas Dani, Mba Widya, sama Agam. Bosen juga nyetir di Perth, aturan-aturan sama speed limitnya ketat banget. Di Hillarys, kita makan pizza di Little Caesar’s. Biasa aja sih pizzanya. Balik tu dah lumayan malem, hampir stengah 12 baru sampe apartemen.

Rabu, 04 Juni 2014

Review: Sony Xperia ZR

Sejak saya bekerja di KBRI Yangon di Myanmar, saya tidak update mengenai teknologi handphone, selain mahalnya harga kartu perdana di Myanmar (mencapai US$ 200), saya merasa tidak membutuhkan handphone karena sehari-hari saya kebanyakan berada di area ber-wifi dimana saya tetap selalu dapat berkomunikasi online melalui komputer/laptop. Namun demikian, semakin lama saya merasa sangat tertinggal dibandingkan orang lain yang memiliki smartphone dimana mereka dapat dengan mudah terhubung dengan dunia dimana saja dan kapan saja, tidak hanya bergantung pada daerah ber-wifi. Saya sempat dihibahi Blackberry Bold 9900 (Dakota) oleh orangtua saya, tetapi saya merasa Blackberry masih memiliki kekurangan karena tidak tersedia beberapa aplikasi social media seperti Skype, Path, dan Instagram yang hanya tersedia bagi perangkat Android dan iOS.

Setelah beberapa saat menabung, saya memutuskan untuk membeli sebuah smartphone Android. Pada awalnya saya ingin membeli Samsung, namun ketika diperhatikan di Myanmar banyak sekali Samsung “KW” atau Samsung palsu dan bagi saya hal itu sangat menurunkan gengsi. Kebetulan saat itu ada teman saya yang membeli Sony Xperia Z dimana saya cukup terkesan dengan smartphone tersebut dan sayapun berniat membeli sebuah Sony Xperia Z. Begitu sampai di showroom, disamping Xperia Z terdapat sebuah smartphone yang ukurannya sedikit lebih kecil dari Xperia Z, yaitu Xperia ZR. Setelah sejenak mempelajari speknya, ternyata tidak begitu jauh dari Xperia Z. Dengan harga yang waktu itu hanya selisih 20 ribu Kyat (sekitar 210 ribu Rupiah) saya langsung memutuskan untuk mengambil Xperia ZR. Berikut spek utamanya:

Layar TFT 4,5 inci tahan gores, 16 juta warna, 1280x720 piksel, berat 138 gram, prosesor Quadcore Qualcomm 1,5 Ghz, RAM 2 GB, flash memory internal 8 GB, kamera utama 13 megapiksel dengan Exmor RS dan kamera sekunder VGA, tahan debu dan air (IP55/IP58), fasilitas screen mirroring, NFC, Bluetooth 4.0, dan kelengkapan lain yang rata-rata telah menjadi standar smartphone pada umumnya.

Saya merasa cukup puas dengan performa Xperia ZR. Beberapa hal yang membuat saya puas antara lain adalah kemampuannya “bekerja keras” secara non-stop ketika saya sedang kecanduan game Real Racing 3 keluaran EA tanpa lag sedikitpun dan dengan temperatur yang menurut saya masih wajar; kemampuan mirroring dengan TV Sony Bravia dan memainkan game Real Racing dengan mirroring dengan kualitas gambar yang mantap; adanya NFC yang telah terasa kegunaannya saat menghubungkan smartphone dengan perangkat lain seperti speaker bluetooth Sony SRSBTV5L; kemampuannya saat diceburkan ke kolam renang dan foto dibawah air dengan hasil yang memuaskan; dan Android bawaannya yang menurut saya lebih user friendly daripada bawaannya Samsung atau Lenovo, termasuk adanya software Sony Walkman bawaan yang cukup memuaskan saya sebagai penggemar musik.

Beberapa hal yang saya sayangkan antara lain adalah kualitas kamera depan yang benar-benar memprihatinkan, hanya syarat untuk bisa video call via Skype; setelah beberapa bulan digunakan, mulai muncul error-error seperti bluetooth kadang yang susah mendeteksi dan terdeteksi, wifi yang susah nyambung, dan sering susah dideteksi ketika butuh menggunakan hotspot teethering; dan karena sangat sering mencopot cover seal saat melakukan charging, cover seal tersebut menjadi longgar sehingga setelah beberapa bulan pemakaian sepertinya sudah tidak layak lagi untuk dibawa nyebur ke kolam renang.

Overall saya cukup puas dengan Xperia ZR, tapi sepertinya setelah satu tahun digunakan saya merasa butuh ganti smartphone karena wifi dan bluetooth di Xperia ZR yang sudah mulai sering error.

Pros:

- Kualitas kamera depan
- Internal amp untuk audio
- Menu android userfriendly
- Baterai dapat dilepas
- Antiair

Cons:

- Kualitas kamera sekunder
- Wifi & bluetooth terkadang susah nyambung
- Cover port yang mudah longgar

Minggu, 26 Januari 2014

Pengalaman Hidup: Mengikuti Tes dan Lolos sebagai CPNS Kementerian Luar Negeri

Saya sejak bulan Juni 2011 bekerja di KBRI Yangon sebagai local staff di fungsi politik. Di akhir bulan September 2013, ketika sedang asyik mengerjakan laporan di kantor, saya tiba-tiba mendapat pesan dari Mas Bugi, sepupu saya yang menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahwa Kementerian Luar Negeri akan segera membuka lowongan CPNS dan saya diminta bersiap untuk mendaftarkan diri. Saya langsung melihat situs e-cpns.kemlu.go.id namun situs tersebut masih memuat informasi penerimaan CPNS tahun 2012. Walaupun demikian, saya mengikuti arahan sepupu saya dan mempersiapkan segala persayaratannya. Beberapa hari kemudian, situs e-cpns.kemlu.go.id untuk penerimaan CPNS tahun 2013 dibuka dan saya telah siap dengan semua persyaratannya. Karena saya berada di Yangon, saya harus bergerak cepat.

Saya sempat mencoba mendaftar CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun 2012 dengan mengirimkan lamaran melalui kantor pos Myanmar jauh sebelum deadline, namun ternyata berkas tidak diterima oleh panitia. Saya cukup kecewa ketika itu. Karena tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, untuk pendaftaran kali ini saya mengirimkan berkas saya melalui DHL kepada orang tua saya di Jogja dan meminta bantuan orang tua saya untuk mengirimkan berkas saya ke PO BOX yang diminta. Walaupun harus membayar US$ 52 untuk pengiriman melalui DHL tersebut, saya lega mengetahui bahwa kali ini berkas saya telah diterima oleh panitia.

Ketika mengetahui bahwa saya lolos tes administrasi dan setelah diumumkan jadwal Tes Kompetensi Dasar (TKD), saya meminta ijin Bapak Duta Besar untuk pergi ke Jakarta untuk mengikuti TKD tersebut. Tidak lupa sebelum berangkat saya meminta doa restu serta dukungan dari seluruh rekan di KBRI Yangon.

Dalam mempersiapkan TKD, saya hanya belajar dengan browsing soal-soal di internet melalui smartphone saya. Contoh-contoh soal TKD dari tahun-tahun sebelumnya mudah didapat dan diunduh dari internet. Kartu ujian kali ini diminta untuk diprint sendiri sehingga tidak perlu repot-repot untuk mengambil kartu ujian seperti yang pernah saya alami ketika mendaftar CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun 2010 (ya, kali ini berarti percobaan saya yang ketiga mendaftarkan diri sebagai CPNS Kementerian Luar Negeri). TKD diadakan di Pusdiklat Kemlu di Jl. Sisingamangaraja. Suasana TKD cukup santai dan tidak terlalu padat karena terbagi menjadi cukup banyak sesi dimana per sesi diikuti oleh sekitar 250an peserta. TKD dilakukan dengan komputer (CAT) dimana laptop sudah disediakan oleh panitia. Saya tidak terlalu kaget ketika melihat soal-soal TKD dan banyak dari soal-soal tersebut sesuai dengan yang saya pelajari di internet, meliputi tes wawasan kebangsaan, tes intelegensia umum, dan tes kepribadian. Hasil tes TKD dapat langsung terlihat di layar komputer begitu selesai tes dan kemudian dipampang di beberapa monitor LCD di luar ruang ujian. Saat itu saya cukup tenang ketika melihat skor TKD saya berada diatas rata-rata para peserta yang tes di sesi itu. Setelah TKD selesai, sebelum kembali ke Yangon, saya bertamu ke rumah saudara-saudara saya di Jakarta untuk meminta doa restu dan dukungan karena saya percaya semakin banyak doa yang kita dapatkan, peluang akan semakin terbuka.

Saya kembali bekerja di KBRI Yangon sambil menunggu pengumuman hasil TKD saya karena jarak waktu antara pelaksanaan TKD, pengumuman hasil TKD, dan Tes Kompetensi Bidang (TKB) cukup lama. Ketika pengumuman hasil TKD keluar dan dinyatakan lulus, saya meminta ijin kepada Bapak Duta Besar untuk kembali ke Jakarta untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya. Ketika saya menjelaskan bahwa jarak antar tahapan tes cukup dekat, saya cukup kaget dan sangat bersyukur ketika Bapak Duta Besar memberikan saya ijin penuh untuk tinggal di Jakarta hingga seluruh rangkaian tes selesai.

Dalam mempersiapkan TKB, strategi saya tetap sama, yaitu belajar dengan browsing soal-soal di internet melalui smartphone saya. Selain itu, saya cukup percaya diri dengan ilmu yang saya dapatkan selama bekerja di KBRI Yangon sebagai local staff fungsi politik yang tugas sehari-hari adalah memonitor perkembangan politik dunia pada umumnya dan perkembangan politik Myanmar pada khususnya. TKB diadakan di arena Pekan Raya Jakarta di Kemayoran. Dari 5186 peserta jalur PDK yang mengikuti TKD, telah tersaring menjadi sekitar 1450 peserta lolos mengikuti TKB. Suasana di Kemayoran juga tidak terlalu ramai, dibandingkan dengan yang saya alami ketika mengikuti tes di Kemayoran pada tahun 2010. Namun demikian, selain siap dari segi substansi, kita juga harus siap secara fisik karena kita tidak disediakan meja untuk mengerjakan soal-soal, hanya disediakan kursi dan kita harus membawa alas papan sendiri untuk mengerjakan soal-soal TKB. Soalnya berupa pilihan ganda dan essay, ada yang menggunakan Bahasa Indonesia dan ada yang menggunakan Bahasa Inggris.

Karena diijinkan untuk tetap tinggal di Indonesia selama rangkaian tes, saya pulang ke kampung halaman saya di Jogja sambil menunggu pengumuman dan mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan seperti SKCK , kartu pencari kerja (kartu kuning yang tidak berwarna kuning), surat keterangan sehat, dan surat keterangan bebas narkoba. Selang beberapa hari, betapa bahagianya ketika mengetahui bahwa saya lulus TKB, karena bagi saya tahap TKB merupakan salah satu tahap yang paling vital karena cukup banyak orang yang gugur di tahapan ini.

Saya kemudian kembali ke Jakarta untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya, yaitu Tes Kemampuan Bahasa Asing. Karena saya memilih Bahasa Inggris, tes diadakan di LIA Jl. Pramuka, Jakarta. Saya sebenarnya agak meng-underestimate tes Bahasa Inggris ini karena sebelumnya saya pernah melakukan tes TOEFL dan mendapatkan hasil diatas 600, tapi begitu mengerjakan tes ini, saya sempat panik karena ternyata soal-soalnya cukup sulit. Namun berapa hari kemudian diumumkan bahwa saya lolos dan berhak untuk mengikuti rangkaian tes final.

Rangkaian tes final terdiri dari tes psikologi tertulis, wawancara psikologi, wawancara substansi dan tes kesehatan. Tes psikologi tertulis dilakukan seharian penuh dari pagi sampai sore dan panitia menyediakan makan siang. Saya merasa cukup kesulitan dalam mengerjakan tes psikologi tertulis, terutama di bagian hitung-menghitung serta pauli, dan rasa percaya diri yang selama ini kuat mulai memudar. Beberapa hari kemudian saya mengikuti tes wawancara psikologi. Saya diwawancarai oleh seorang bapak-bapak, sepertinya anggota TNI, dengan gaya bicara yang sangat kaku. Saya ditanyai soal pengalaman kerja, pengalaman tinggal di luar negeri, dan pertanyaan yang menurut saya cukup sulit yaitu, “Terobosan apa yang dapat anda buat jika anda diterima sebagai PNS di Kementerian Luar Negeri?”. Saya juga cukup terkejut ketika saya ditanya mengenai hasil tes psikologi tertulis saya yang mungkin kurang meyakinkan. Hasil tes pauli saya tiba-tiba diletakkan diatas meja dan si bapak bilang “Kamu lambat, satu halaman saja tidak selesai… Kenapa ini? Kamu susah konsentrasi ya?” Sontak saya langsung jawab dengan nada yang sedikit ketus, “Pak, saya dari dulu memang lemah dalam berhitung, makanya saya lambat, dan karena itu saya memilih jurusan Hubungan Internasional yang tidak ada hitung-menghitungnya”. Si bapak hanya manggut-manggut dan tidak lama setelah itu saya dipersilakan keluar. Setelah wawancara psikologi itu, mental saya semakin drop, semakin tidak yakin bahwa saya akan diterima, tapi saya terus berdoa.

Beberapa hari kemudian saya harus menghadapi ujian yang menurut saya paling berat yaitu wawancara substansi. Jadwal tes saya jam 1 siang, tapi karena tidak ingin terlambat karena kemacetan di Jakarta, saya sudah tiba di lokasi ujian jam 11. Betapa kagetnya saya ketika panitia meminta saya untuk langsung masuk karena kebetulan ruang wawancara saya sedang kosong. Dengan terburu-buru dan kurang persiapan mental saya masuk ke ruang wawancara. Didalam seharusnya ada tiga orang pewawancara, namun saat itu hanya ada dua orang, satu orang pejabat aktif Kementerian Luar Negeri, dan satu orang Duta Besar (saya tahu dia seorang Duta Besar karena selain sudah tua, bapak yang satunya selalu manggil dia “Pak Dubes”). Satu orang lagi mungkin sedang istirahat, namun wawancara tetap dilanjutkan walau hanya dengan dua orang pewawancara. Sebenarnya papan nama para pewawancara terpampang jelas di meja, namun ketika masuk ruangan, pandangan saya benar-benar kabur dan tidak sempat membaca papan nama siapa-siapa yang mewawancarai saya. Setelah berbasa-basi sebentar, kata-kata “Please tell me about yourself…” terlontar dari Pak Dubes. Dengan full Bahasa Inggris, saya menjelaskan bahwa saya seorang local staff fungsi politik di KBRI Yangon. Pertanyaan selanjutnyapun berkaitan dengan Myanmar dimana saya yakin dapat menjawab dengan akurat, bahkan saya yakin bahwa para pewawancara tidak akan se-update saya jika berbicara mengenai Myanmar karena sayalah yang terus mendapatkan firsthand experience selama menjadi local staff di KBRI Yangon sehingga seringkali mereka hanya manggut-manggut ketika saya menerangkan. Saya sedikit cemas ketika topik beralih mengenai skripsi saya dimana saya membahas mengenai “Fortress Europe, Integrasi Uni Eropa dan Kekhawatiran Negara-Negara Non-Anggota Uni Eropa”. Saya baru menjelaskan sedikit mengenai skripsi saya dan tiba-tiba saya dipotong oleh Pak Dubes dimana saya dikuliahi mengenai sejarah hubungan Uni Eropa dan ASEAN (kayaknya Pak Dubes ini memang pakar Uni Eropa dan ASEAN). Setelah itu topik beralih mengenai proses reformasi di Indonesia, penanganan korupsi, permasalahan di Laut Cina Selatan, dan yang terakhir yang sempat membuat saya speechless, yaitu mengenai relevansi Gerakan Non-Blok dengan perkembangan dunia saat ini. Beberapa kali saya coba menjawab tetapi selalu di-counter hingga pada suatu saat saya tergagap hingga benar-benar terdiam. Jawaban yang sebenarnyapun tidak disampaikan oleh para pewawancara hingga akhirnya wawancara selesai dan saya dipersilakan keluar. Sayapun keluar ruangan facepalming, tidak ingin melihat wajah siapapun di lokasi ujian, langsung masuk mobil dan menghibur diri ke mall. Ketika itu saya benar-benar pasrah, tidak ada lagi ambisi.

Beberapa hari kemudian saya mengikuti tes kesehatan yang diadakan di RSPAD Gatot Subroto. Sampel urine dan darah diambil, dilakukan ronsen paru-paru, cek penyakit dalam, serta mengerjakan tes MMPI (psikiatri).

Setelah rangkaian tes final selesai, saya kembali ke Myanmar yang kebetulan sedang sibuk dengan agenda SEA Games ke-27 sehingga saya terus sibuk hingga tidak terlalu memikirkan hasil tes saya. Pada tanggal 30 Desember, Mas Bugi, sepupu saya di BKN tiba-tiba mengirimkan ucapan selamat bahwa hasil tes dari Kemlu telah dikirimkan ke Kemenpan dan nama saya masuk ke dalam daftar yang lulus. Pada saat itu semangat saya kembali muncul dan justru doa saya semakin kuat. Akhirnya pada tanggal 31 Desember sore, pengumuman resmi keluar dan saya ternyata benar-benar lulus. Saya langsung sujud syukur dan menemui semua rekan saya di KBRI Yangon untuk mengucapkan terimakasih atas semua doa dan dukungannya. Kabar gembira juga langsung tersiar ke Bapak Duta Besar hingga ucapan selamat diberikan kepada saya melalui pidato tahun baru yang disampaikan oleh Bapak Duta Besar pada malam harinya dihadapan seluruh WNI yang hadir pada acara malam doa bersama menyambut tahun baru yang diadakan di Indonesian International School Yangon (IISY). Benar-benar ini merupakan hadiah tahun baru terindah bagi saya.

Secepat mungkin saya menyelesaikan urusan administrasi di KBRI Yangon dan saya diberhentikan secara hormat dari tugas saya sebagai staff fungsi politik. Saya sangat bangga dan bersyukur dapat menjadi bagian dari keluarga besar KBRI Yangon yang telah memberi saya bimbingan serta dukungan hingga saya dapat diterima sebagai seorang CPNS di Kementerian Luar Negeri.

Masih banyak orang yang mengira kalau proses penerimaan CPNS Kementerian Luar Negeri masih syarat dengan KKN atau harus membayar mahal, tapi disini saya tekankan bahwa samasekali tidak ada unsur KKN pada proses penerimaan CPNS di Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Luar Negeri tidak menarik biaya sepeserpun pada proses seleksi. Walaupun demikian, saya harus mengatakan bahwa biaya yang saya keluarkan tidaklah sedikit. Banyak biaya yang harus ditanggung sendiri yang pada beberapa kondisi seperti saya jatuhnya lumayan mahal, seperti biaya pengiriman dokumen melalui DHL dari Myanmar, transportasi saya bolak-balik dari Myanmar, serta biaya pembuatan surat keterangan sehat dan surat keterangan bebas narkoba dari rumah sakit. Namun semua itu tidak ada yang masuk ke kantong Kemlu karena itu semua merupakan keperluan pribadi untuk dapat mengikuti tes.

Sekian pengalaman saya dalam mengikuti tes hingga akhirnya diterima sebagai seorang CPNS di Kementerian Luar Negeri. Tidak banyak saran yang saya berikan jika anda juga ingin mengikuti tes CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun-tahun selanjutnya selain banyak berdoa. Bukan hanya doa dari diri sendiri, namun jangan remehkan kekuatan doa dari orang tua, serta saudara dan teman-teman dekat. Jangan remehkan the power of friendship karena semakin banyak teman baik, semakin banyak pula yang akan mendoakan kita dan yang akan turut berbahagia apabila kita berhasil. Bagi yang telah mencoba mengikuti tes dan masih gagal, jangan menyerah. Buktinya saya baru keterima setelah percobaan ketiga. Mungkin sambil menunggu bukaan selanjutnya, bisa coba untuk menjadi local staff, karena saya yakin pengalaman sebagai seorang local staff akan sangat berharga ketika kita mengikuti tes CPNS Kementerian Luar Negeri.