Minggu, 26 Januari 2014

Pengalaman Hidup: Mengikuti Tes dan Lolos sebagai CPNS Kementerian Luar Negeri

Saya sejak bulan Juni 2011 bekerja di KBRI Yangon sebagai local staff di fungsi politik. Di akhir bulan September 2013, ketika sedang asyik mengerjakan laporan di kantor, saya tiba-tiba mendapat pesan dari Mas Bugi, sepupu saya yang menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahwa Kementerian Luar Negeri akan segera membuka lowongan CPNS dan saya diminta bersiap untuk mendaftarkan diri. Saya langsung melihat situs e-cpns.kemlu.go.id namun situs tersebut masih memuat informasi penerimaan CPNS tahun 2012. Walaupun demikian, saya mengikuti arahan sepupu saya dan mempersiapkan segala persayaratannya. Beberapa hari kemudian, situs e-cpns.kemlu.go.id untuk penerimaan CPNS tahun 2013 dibuka dan saya telah siap dengan semua persyaratannya. Karena saya berada di Yangon, saya harus bergerak cepat.

Saya sempat mencoba mendaftar CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun 2012 dengan mengirimkan lamaran melalui kantor pos Myanmar jauh sebelum deadline, namun ternyata berkas tidak diterima oleh panitia. Saya cukup kecewa ketika itu. Karena tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, untuk pendaftaran kali ini saya mengirimkan berkas saya melalui DHL kepada orang tua saya di Jogja dan meminta bantuan orang tua saya untuk mengirimkan berkas saya ke PO BOX yang diminta. Walaupun harus membayar US$ 52 untuk pengiriman melalui DHL tersebut, saya lega mengetahui bahwa kali ini berkas saya telah diterima oleh panitia.

Ketika mengetahui bahwa saya lolos tes administrasi dan setelah diumumkan jadwal Tes Kompetensi Dasar (TKD), saya meminta ijin Bapak Duta Besar untuk pergi ke Jakarta untuk mengikuti TKD tersebut. Tidak lupa sebelum berangkat saya meminta doa restu serta dukungan dari seluruh rekan di KBRI Yangon.

Dalam mempersiapkan TKD, saya hanya belajar dengan browsing soal-soal di internet melalui smartphone saya. Contoh-contoh soal TKD dari tahun-tahun sebelumnya mudah didapat dan diunduh dari internet. Kartu ujian kali ini diminta untuk diprint sendiri sehingga tidak perlu repot-repot untuk mengambil kartu ujian seperti yang pernah saya alami ketika mendaftar CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun 2010 (ya, kali ini berarti percobaan saya yang ketiga mendaftarkan diri sebagai CPNS Kementerian Luar Negeri). TKD diadakan di Pusdiklat Kemlu di Jl. Sisingamangaraja. Suasana TKD cukup santai dan tidak terlalu padat karena terbagi menjadi cukup banyak sesi dimana per sesi diikuti oleh sekitar 250an peserta. TKD dilakukan dengan komputer (CAT) dimana laptop sudah disediakan oleh panitia. Saya tidak terlalu kaget ketika melihat soal-soal TKD dan banyak dari soal-soal tersebut sesuai dengan yang saya pelajari di internet, meliputi tes wawasan kebangsaan, tes intelegensia umum, dan tes kepribadian. Hasil tes TKD dapat langsung terlihat di layar komputer begitu selesai tes dan kemudian dipampang di beberapa monitor LCD di luar ruang ujian. Saat itu saya cukup tenang ketika melihat skor TKD saya berada diatas rata-rata para peserta yang tes di sesi itu. Setelah TKD selesai, sebelum kembali ke Yangon, saya bertamu ke rumah saudara-saudara saya di Jakarta untuk meminta doa restu dan dukungan karena saya percaya semakin banyak doa yang kita dapatkan, peluang akan semakin terbuka.

Saya kembali bekerja di KBRI Yangon sambil menunggu pengumuman hasil TKD saya karena jarak waktu antara pelaksanaan TKD, pengumuman hasil TKD, dan Tes Kompetensi Bidang (TKB) cukup lama. Ketika pengumuman hasil TKD keluar dan dinyatakan lulus, saya meminta ijin kepada Bapak Duta Besar untuk kembali ke Jakarta untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya. Ketika saya menjelaskan bahwa jarak antar tahapan tes cukup dekat, saya cukup kaget dan sangat bersyukur ketika Bapak Duta Besar memberikan saya ijin penuh untuk tinggal di Jakarta hingga seluruh rangkaian tes selesai.

Dalam mempersiapkan TKB, strategi saya tetap sama, yaitu belajar dengan browsing soal-soal di internet melalui smartphone saya. Selain itu, saya cukup percaya diri dengan ilmu yang saya dapatkan selama bekerja di KBRI Yangon sebagai local staff fungsi politik yang tugas sehari-hari adalah memonitor perkembangan politik dunia pada umumnya dan perkembangan politik Myanmar pada khususnya. TKB diadakan di arena Pekan Raya Jakarta di Kemayoran. Dari 5186 peserta jalur PDK yang mengikuti TKD, telah tersaring menjadi sekitar 1450 peserta lolos mengikuti TKB. Suasana di Kemayoran juga tidak terlalu ramai, dibandingkan dengan yang saya alami ketika mengikuti tes di Kemayoran pada tahun 2010. Namun demikian, selain siap dari segi substansi, kita juga harus siap secara fisik karena kita tidak disediakan meja untuk mengerjakan soal-soal, hanya disediakan kursi dan kita harus membawa alas papan sendiri untuk mengerjakan soal-soal TKB. Soalnya berupa pilihan ganda dan essay, ada yang menggunakan Bahasa Indonesia dan ada yang menggunakan Bahasa Inggris.

Karena diijinkan untuk tetap tinggal di Indonesia selama rangkaian tes, saya pulang ke kampung halaman saya di Jogja sambil menunggu pengumuman dan mempersiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan seperti SKCK , kartu pencari kerja (kartu kuning yang tidak berwarna kuning), surat keterangan sehat, dan surat keterangan bebas narkoba. Selang beberapa hari, betapa bahagianya ketika mengetahui bahwa saya lulus TKB, karena bagi saya tahap TKB merupakan salah satu tahap yang paling vital karena cukup banyak orang yang gugur di tahapan ini.

Saya kemudian kembali ke Jakarta untuk mengikuti tahapan tes selanjutnya, yaitu Tes Kemampuan Bahasa Asing. Karena saya memilih Bahasa Inggris, tes diadakan di LIA Jl. Pramuka, Jakarta. Saya sebenarnya agak meng-underestimate tes Bahasa Inggris ini karena sebelumnya saya pernah melakukan tes TOEFL dan mendapatkan hasil diatas 600, tapi begitu mengerjakan tes ini, saya sempat panik karena ternyata soal-soalnya cukup sulit. Namun berapa hari kemudian diumumkan bahwa saya lolos dan berhak untuk mengikuti rangkaian tes final.

Rangkaian tes final terdiri dari tes psikologi tertulis, wawancara psikologi, wawancara substansi dan tes kesehatan. Tes psikologi tertulis dilakukan seharian penuh dari pagi sampai sore dan panitia menyediakan makan siang. Saya merasa cukup kesulitan dalam mengerjakan tes psikologi tertulis, terutama di bagian hitung-menghitung serta pauli, dan rasa percaya diri yang selama ini kuat mulai memudar. Beberapa hari kemudian saya mengikuti tes wawancara psikologi. Saya diwawancarai oleh seorang bapak-bapak, sepertinya anggota TNI, dengan gaya bicara yang sangat kaku. Saya ditanyai soal pengalaman kerja, pengalaman tinggal di luar negeri, dan pertanyaan yang menurut saya cukup sulit yaitu, “Terobosan apa yang dapat anda buat jika anda diterima sebagai PNS di Kementerian Luar Negeri?”. Saya juga cukup terkejut ketika saya ditanya mengenai hasil tes psikologi tertulis saya yang mungkin kurang meyakinkan. Hasil tes pauli saya tiba-tiba diletakkan diatas meja dan si bapak bilang “Kamu lambat, satu halaman saja tidak selesai… Kenapa ini? Kamu susah konsentrasi ya?” Sontak saya langsung jawab dengan nada yang sedikit ketus, “Pak, saya dari dulu memang lemah dalam berhitung, makanya saya lambat, dan karena itu saya memilih jurusan Hubungan Internasional yang tidak ada hitung-menghitungnya”. Si bapak hanya manggut-manggut dan tidak lama setelah itu saya dipersilakan keluar. Setelah wawancara psikologi itu, mental saya semakin drop, semakin tidak yakin bahwa saya akan diterima, tapi saya terus berdoa.

Beberapa hari kemudian saya harus menghadapi ujian yang menurut saya paling berat yaitu wawancara substansi. Jadwal tes saya jam 1 siang, tapi karena tidak ingin terlambat karena kemacetan di Jakarta, saya sudah tiba di lokasi ujian jam 11. Betapa kagetnya saya ketika panitia meminta saya untuk langsung masuk karena kebetulan ruang wawancara saya sedang kosong. Dengan terburu-buru dan kurang persiapan mental saya masuk ke ruang wawancara. Didalam seharusnya ada tiga orang pewawancara, namun saat itu hanya ada dua orang, satu orang pejabat aktif Kementerian Luar Negeri, dan satu orang Duta Besar (saya tahu dia seorang Duta Besar karena selain sudah tua, bapak yang satunya selalu manggil dia “Pak Dubes”). Satu orang lagi mungkin sedang istirahat, namun wawancara tetap dilanjutkan walau hanya dengan dua orang pewawancara. Sebenarnya papan nama para pewawancara terpampang jelas di meja, namun ketika masuk ruangan, pandangan saya benar-benar kabur dan tidak sempat membaca papan nama siapa-siapa yang mewawancarai saya. Setelah berbasa-basi sebentar, kata-kata “Please tell me about yourself…” terlontar dari Pak Dubes. Dengan full Bahasa Inggris, saya menjelaskan bahwa saya seorang local staff fungsi politik di KBRI Yangon. Pertanyaan selanjutnyapun berkaitan dengan Myanmar dimana saya yakin dapat menjawab dengan akurat, bahkan saya yakin bahwa para pewawancara tidak akan se-update saya jika berbicara mengenai Myanmar karena sayalah yang terus mendapatkan firsthand experience selama menjadi local staff di KBRI Yangon sehingga seringkali mereka hanya manggut-manggut ketika saya menerangkan. Saya sedikit cemas ketika topik beralih mengenai skripsi saya dimana saya membahas mengenai “Fortress Europe, Integrasi Uni Eropa dan Kekhawatiran Negara-Negara Non-Anggota Uni Eropa”. Saya baru menjelaskan sedikit mengenai skripsi saya dan tiba-tiba saya dipotong oleh Pak Dubes dimana saya dikuliahi mengenai sejarah hubungan Uni Eropa dan ASEAN (kayaknya Pak Dubes ini memang pakar Uni Eropa dan ASEAN). Setelah itu topik beralih mengenai proses reformasi di Indonesia, penanganan korupsi, permasalahan di Laut Cina Selatan, dan yang terakhir yang sempat membuat saya speechless, yaitu mengenai relevansi Gerakan Non-Blok dengan perkembangan dunia saat ini. Beberapa kali saya coba menjawab tetapi selalu di-counter hingga pada suatu saat saya tergagap hingga benar-benar terdiam. Jawaban yang sebenarnyapun tidak disampaikan oleh para pewawancara hingga akhirnya wawancara selesai dan saya dipersilakan keluar. Sayapun keluar ruangan facepalming, tidak ingin melihat wajah siapapun di lokasi ujian, langsung masuk mobil dan menghibur diri ke mall. Ketika itu saya benar-benar pasrah, tidak ada lagi ambisi.

Beberapa hari kemudian saya mengikuti tes kesehatan yang diadakan di RSPAD Gatot Subroto. Sampel urine dan darah diambil, dilakukan ronsen paru-paru, cek penyakit dalam, serta mengerjakan tes MMPI (psikiatri).

Setelah rangkaian tes final selesai, saya kembali ke Myanmar yang kebetulan sedang sibuk dengan agenda SEA Games ke-27 sehingga saya terus sibuk hingga tidak terlalu memikirkan hasil tes saya. Pada tanggal 30 Desember, Mas Bugi, sepupu saya di BKN tiba-tiba mengirimkan ucapan selamat bahwa hasil tes dari Kemlu telah dikirimkan ke Kemenpan dan nama saya masuk ke dalam daftar yang lulus. Pada saat itu semangat saya kembali muncul dan justru doa saya semakin kuat. Akhirnya pada tanggal 31 Desember sore, pengumuman resmi keluar dan saya ternyata benar-benar lulus. Saya langsung sujud syukur dan menemui semua rekan saya di KBRI Yangon untuk mengucapkan terimakasih atas semua doa dan dukungannya. Kabar gembira juga langsung tersiar ke Bapak Duta Besar hingga ucapan selamat diberikan kepada saya melalui pidato tahun baru yang disampaikan oleh Bapak Duta Besar pada malam harinya dihadapan seluruh WNI yang hadir pada acara malam doa bersama menyambut tahun baru yang diadakan di Indonesian International School Yangon (IISY). Benar-benar ini merupakan hadiah tahun baru terindah bagi saya.

Secepat mungkin saya menyelesaikan urusan administrasi di KBRI Yangon dan saya diberhentikan secara hormat dari tugas saya sebagai staff fungsi politik. Saya sangat bangga dan bersyukur dapat menjadi bagian dari keluarga besar KBRI Yangon yang telah memberi saya bimbingan serta dukungan hingga saya dapat diterima sebagai seorang CPNS di Kementerian Luar Negeri.

Masih banyak orang yang mengira kalau proses penerimaan CPNS Kementerian Luar Negeri masih syarat dengan KKN atau harus membayar mahal, tapi disini saya tekankan bahwa samasekali tidak ada unsur KKN pada proses penerimaan CPNS di Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Luar Negeri tidak menarik biaya sepeserpun pada proses seleksi. Walaupun demikian, saya harus mengatakan bahwa biaya yang saya keluarkan tidaklah sedikit. Banyak biaya yang harus ditanggung sendiri yang pada beberapa kondisi seperti saya jatuhnya lumayan mahal, seperti biaya pengiriman dokumen melalui DHL dari Myanmar, transportasi saya bolak-balik dari Myanmar, serta biaya pembuatan surat keterangan sehat dan surat keterangan bebas narkoba dari rumah sakit. Namun semua itu tidak ada yang masuk ke kantong Kemlu karena itu semua merupakan keperluan pribadi untuk dapat mengikuti tes.

Sekian pengalaman saya dalam mengikuti tes hingga akhirnya diterima sebagai seorang CPNS di Kementerian Luar Negeri. Tidak banyak saran yang saya berikan jika anda juga ingin mengikuti tes CPNS Kementerian Luar Negeri di tahun-tahun selanjutnya selain banyak berdoa. Bukan hanya doa dari diri sendiri, namun jangan remehkan kekuatan doa dari orang tua, serta saudara dan teman-teman dekat. Jangan remehkan the power of friendship karena semakin banyak teman baik, semakin banyak pula yang akan mendoakan kita dan yang akan turut berbahagia apabila kita berhasil. Bagi yang telah mencoba mengikuti tes dan masih gagal, jangan menyerah. Buktinya saya baru keterima setelah percobaan ketiga. Mungkin sambil menunggu bukaan selanjutnya, bisa coba untuk menjadi local staff, karena saya yakin pengalaman sebagai seorang local staff akan sangat berharga ketika kita mengikuti tes CPNS Kementerian Luar Negeri.

Sabtu, 25 Januari 2014

Review: Golden Myanmar Airlines from Singapore to Yangon and Yangon to Singapore

Pada akhir bulan November 2013 ketika saya butuh untuk terbang dari Singapura ke Yangon, saya sempat kebingungan karena harga tiket pesawat yang cukup mahal. Harga tiket Singapore Airlines / Silk Air mencapai lebih dari US$ 330, bahkan low-cost carrier seperti Jetstar memasang tarif lebih dari US$ 256 one-way. Kemudian saya ingat bahwa saya memiliki teman yang bekerja di Golden Myanmar Airlines (GMA), maskapai yang ternyata juga memiliki rute penerbangan Singapura-Yangon. Ketika saya melihat harga tiket GMA secara online, saya cukup terkejut dengan harga tiket yang cukup murah, yaitu US$ 106 untuk rute one-way Singapura-Yangon, sudah termasuk bagasi 20kg. Karena saya tidak memiliki kartu kredit, saya meminta tolong teman saya untuk membelikan tiket dari travel agent di Yangon dan agar itinerarynya dikirimkan melalui e-mail. Ketika saya tanyakan ke teman saya, ternyata harga di travel agent sama dengan harga tiket online.

Saya sempat mengalami masalah karena perlu untuk memajukan satu hari jadwal penerbangan saya. Ketika saya berada di Changi Airport saya sempat bingung mencari counter GMA untuk mengurus perubahan tiket saya. Ketika saya tanya ke bagian informasi, diberitahukan bahwa counter GMA baru buka jam 1 siang, padahal ketika itu masih jam 10 pagi. Sayapun diminta untuk datang ke kantor GMA di lantai 4 Terminal 1 Changi Airport jika ingin memajukan jadwal penerbangan saya. Orang-orang di kantor GMA cukup ramah dan melayani perubahan tiket saya dengan cepat. Saya hanya dikenakan biaya perubahan tiket sebesar 36 Dolar Singapura (totalnya masih jauh lebih murah dari harga tiket maskapai lain).

Ketika dilihat dari luar, pesawat GMA Airbus a320-232 dengan registrasi XY-AGS yang saya gunakan untuk rute Singapura-Yangon tampak baru, namun ketika masuk ke kabin langsung tahu bahwa sebenarnya pesawat yang saya naiki sudah cukup berumur (first flight 17 Januari 2001), terlihat dari panel-panelnya yang sudah kusam dengan kursi berwarna biru yang tidak dibungkus kulit. Saya merasakan legroom yang sangat sempit dan menemukan desain sabuk pengaman yang cukup unik (dengan dua lubang pengunci) yang bagi saya sedikit lebih sulit untuk dipasangkan daripada sabuk pengaman biasanya. Karena termasuk low-cost carrier, tidak ada hiburan di dalam kabin kecuali majalah.

Pengumuman oleh pilot dan pramugari disampaikan menggunakan dua bahasa, Inggris dan Myanmar. Saya memperhatikan bahwa hampir seluruh penumpang GMA rute Singapura-Yangon adalah warga negara Myanmar, terlihat dari paspor dan bahasa berbicara mereka sehingga mereka sangat terbantu dengan pengumuman yang disampaikan dengan Bahasa Myanmar. Pramugari dan pramugara GMA sangat ramah, bahkan mereka membantu mengisikan arrival card bagi orang-orang Myanmar yang kebanyakan masih kesulitan dalam pengisiannya. Ketika melihat menu makanan dan minuman yang dijajakan di dalam pesawat, saya cukup terkejut dengan murahnya harga makanan dan minuman yang ditawarkan dibandingkan dengan low-cost carrier lain yang pernah saya naiki seperti AirAsia atau Jetstar, bahkan kita dapat membayar dengan mata uang Myanmar (Kyat). Setibanya di Yangon International Airport, pesawat parkir di depan terminal domestik dan tidak terparkir di boarding bridge sehingga kita diantar menggunakan bus ke terminal internasional.

Karena cukup puas dengan penerbangan pertama saya dengan GMA, di awal bulan Januari 2014 ketika saya butuh terbang dari Yangon ke Singapura, saya kembali menggunakan GMA untuk kedua kalinya. Kali ini saya membayar US$ 144 untuk tiket saya, sudah termasuk jatah bagasi 40kg. Pesawatpun parkir di terminal domestik Yangon Internatinal Airport sehingga harus menggunakan bus menuju pesawat dan tidak melalui boarding bridge. Saya sempat mengira akan menggunakan pesawat XY-AGS seperti sebelumnya, ternyata kali ini saya mendapatkan pesawat yang lebih baru yaitu Airbus a320-232 dengan registrasi XY-AGT (first flight 23 Maret 2004). Interior pesawat tampak lebih bersih dengan kursi berbalut kulit dan desain sabuk pengaman konvensional seperti pesawat lainnya.

Overall, saya cukup puas dengan pelayanan yang diberikan oleh GMA. Keluhan saya hanyalah legroom yang cukup sempit. Ketika saya mengeluhkan hal tersebut kepada teman saya yang bekerja di GMA, ia mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan saya keluhkan apabila saya memesan tempat duduk didepan dengan hanya menambah biaya sebesar US$ 10.